Selamat Datang di Blog Ratman Boomen. Semoga Anda Mendapat Manfaat. Jangan Lupa Beri Komentar atau Isi Buku Tamu. Terima Kasih atas Kunjungan Anda.

Halaman

27 Desember 2008

Bentuk-bentuk Maksiat


Bentuk-bentuk Maksiat3


Abdullah memberitakan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ismail memberitakan kepada kami, dia berkata: Jarir memberitakan kepada kami dari Laits dari Atha' dari Ibnu Umar berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Jika manusia menahan dinar dan dirham, berjualan barang palsu, mengikuti ekor-ekor sapi, dan meninggalkan jihad, maka Allah akan memasukkan kehinaan yang tidak dapat lepas dari mereka hingga mereka kembali pada agama mereka." (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab al-Musnad dan Abu Na’im di dalam kitab al-Hilyah)

Abdullah memberitakan kepada kami, dia berkata: Ali bin al-Ja’d memberitakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah memberitakan kepada kami dari Abu Qais berkata: Aku mendengar Huzail bin Syarahbil meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud berkata: "Hari kiamat tidak akan datang kecuali muncul tanda-tanda pada manusia: orang yang tidak mengetahui yang ma’ruf dan tidak mengingkari yang mungkar. Mereka bercampur sebagaimana binatang-binatang ternak bercampur di jalanan. Wanita bertemu laki-laki di jalan hingga laki-laki itu melampiaskan hajatnya dari wanita tersebut. Kemudian dia kembali kepada sahabat-sahabatnya, dia tertawa dan mereka pun tertawa, seperti kembalinya air keji yang tak diberi makan."


Orang Maksiat Ada Tiga

Orang-orang maksiat terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Orang mukmin yang maksiat, melakukan dosa karena ketidaktahuan dan di luar keinginan mereka. Kemudian mereka segera menyesal dan memperbaiki diri mereka. Mereka adalah orang-orang yang telah Allah janjikan ampunan.

2. Pelaku maksiat yang mencampurkan amal saleh dan amal tercela. Mereka mengakui dosa-dosa mereka, tetapi tidak bertaubat dan tidak berlaku lurus. Mereka adalah orang-orang yang tidak dijanjikan Allah ampunan, tetapi Allah memberikan mereka harapan ampunan.

3. Pelaku maksiat yang berlebihan dalam melakukan maksiat. Mereka tidak bertaubat dan tidak mengakui dosa-dosa mereka. Mereka adalah orang-orang yang harapan bertaubatnya lemah dan prediksi mendapat siksanya lebih besar.


________________

3 Lihat Ibnu Abi al-Dunya, Al-‘Uqûbât al-Ilâhiyyah li al-Afrâd wa al-Jamâ’ât wa al-Umam, Tahqiq : Muhammad Khair

Ramadhan Yusuf, Dar Ibn Hazm, Beirut, 1416 H/1996 M, cet. I, hlm. 20.


Imam al-Ghazali –rahimahullâh– berkata: "Sesungguhnya taubat dapat terwujud dengan tiga hal, yaitu:

1. Ilmu, yaitu iman dan yakin bahwa dosa adalah racun yang menghancurkan, demikian juga pengetahuan tentang bahayanya dosa dan sesungguhnya dosa adalah penghalang antara hamba dengan Tuhannya.

2. Keadaan, karena ilmu mengantarkan kepada keadaan lain yang disebut kehendak yang menumbuhkan perasaan sakit dan penyesalan di dalam hati pelaku dosa, sehingga muncul kehendak untuk meninggalkan dosa. Dalam sabda Nabi saw.: "Penyesalan adalah taubat.”" (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

3. Perbuatan yang dihasilkan dari penyesalan, keinginan kuat untuk meninggalkan dosa dan mengganti perbuatan yang telah lalu dengan amal-amal saleh."


Pengaruh Melakukan Maksiat4

Ibnu al-Qaim –rahimahullâh berkata: "Maksiat mempunyai pengaruh yang membahayakan bagi hati dan badan di dunia dan di akhirat, yang hanya diketahui oleh Allah. Di antara pengaruh maksiat itu berasal dari manusia yang ditularkan kepada orang lain. Di antara efeknya juga merubah hamba menjadi melenceng dari fitrah dirinya. Maksiat membuat hamba berani terhadap orang lain yang tidak bersalah. Maksiat meninggalkan tabiat di dalam hati, yang jika semakin banyak dilakukan menjadikan pelaku dosa termasuk golongan orang-orang yang lalai. Firman Allah dalam surat al-Muthaffifîn ayat 14:

"Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka." (Q.S. al-Muthaffifîn: 14)

Beberapa ulama salaf memahami ayat di atas sebagai berikut: dosa setelah dosa. Yaitu dosa yang dilakukan atas dosa lainnya hingga hati menjadi buta. Pada hakekatnya hati itu berkarat karena maksiat. Jika maksiat terus bertambah, maka bertambahlah karat itu hingga menjadi sangat serius. Kemudian, keadaan tersebut terus berlangsung hingga menjadi penutup dan tabiat, sehingga hati menjadi kabur dan tertutup.

Di antara pengaruh maksiat adalah:

§ Merusak akal, artinya, karena akal adalah cahaya, maka maksiat menutup cahaya akal tersebut.

§ Hamba senantiasa melakukan dosa, sehingga hatinya menjadi hina dan sempit.

§ Anggapan jelek terhadap maksiat menjadi tertanggalkan, sehingga (menganggap maksiat) menjadi sebuah kebiasaan.

§ Sesungguhnya maksiat itu menabur benih sejenisnya dan melahirkan kemaksiatan yang lain.

§ Hamba akan merasakan kegelapan maksiat sebagaimana ia merasakan gelapnya malam.

________________

4 Lihat Syeikh Abdul Aziz al-Muhammad as-Salman, Mawârid azh-Zham ‘ân li Durûs az-Zamân, 1420 H, cet. XXVI, hlm. 32.

§ Sesungguhnya maksiat itu melemahkan hati dan badan. Lemahnya hati karena maksiat sangatlah jelas, bahkan maksiat itu melemahkan hati hingga membunuhnya secara total. Adapun lemahnya badan karena maksiat, sesungguhnya kekuatan seorang mukmin itu ada di dalam hatinya. Jika hatinya kuat, kuatlah badannya.

§ Maksiat dapat menyulitkan urusan hamba. Hamba hanya akan menemukan jalan buntu dan kesulitan dalam urusannya.

§ Kebrutalan yang muncul di antara dirinya dengan orang lain, khususnya dengan orang-orang yang berlaku baik.

§ Tertutupnya dakwah Rasul saw. dan dakwah malaikat bagi mereka yang bertaubat.

§ Sesungguhnya dosa itu mejerumuskan manusia ke dalam laknat Rasul saw.

§ Maksiat itu menimbulkan berbagai macam kerusakan di bumi, baik di air, udara, tanaman, buah-buahan, dan perumahan.

§ Maksiat menyulut api iri dari dalam hati.

§ Hilangnya rasa malu yang merupakan inti kehidupan hati.

§ Maksiat melemahkan penghormatan (ta’zhîm) kepada Allah dan melemahkan kewibawaan-Nya di dalam hati hamba.

§ Maksiat menyebabkan Allah enggan memberkati hamba-Nya.

§ Maksiat mengeluarkan hamba dari wilayah kebaikan (ihsân) dan menjauhkannya dari pahala orang-orang yang baik.

§ Maksiat melemahkan perjalanan hati menuju Allah dan kehidupan akhirat.

§ Maksiat dapat menjauhkan hati dari keadaan sehat dan berlaku lurus.

§ Maksiat membutakan mata hati, memadamkan cahayanya, dan menutup jalannya ilmu.

§ Maksiat mengerdilkan jiwa dan menjauhkannya dari kebaikan.

§ Maksiat adalah keadaan dalam tawanan setan dan penjara syahwat.

§ Maksiat menyebabkan jatuhnya kehormatan, kedudukan serta kemuliaan di hadapan Allah dan makhluk-Nya.

§ Maksiat menyebabkan keterputusan hubungan antara Tuhan dan hamba-Nya.

§ Maksiat menjauhkan hamba dari sanjungan dan kemuliaan.

§ Maksiat menjadikan hamba rendah.

Pembaca yang budiman, sesungguhnya pengaruh dosa di dalam hati seperti halnya pengaruh penyakit di dalam badan. Bahkan, dosa adalah penyakit hati itu sendiri, yang tidak mempunyai obat kecuali dengan meninggalkannya. Orang berakal mana yang lebih memilih kesenangan sesaat yang kemudian sirna seakan-akan seperti mimpi daripada kenikmatan abadi, pahala yang besar; bahkan kebahagiaan di dunia dan akhirat?

Jika bukan karena akal yang menjadi pedoman argumentasi, maka pelaku maksiat itu seperti halnya orang gila, bahkan orang gila itu lebih baik dan lebih selamat daripada pelaku maksiat.

Adapun pengaruh maksiat terhadap melemahnya akal –jika bukan karena kesamaan dalam hal lemahnya akal secara umum– orang yang melakukan maksiat kemampuan akalnya lebih rendah daripada orang yang taat.

Sungguh mengejutkan! Jika akal itu benar, maka ia akan mengetahui bahwa jalan menuju kebahagiaan, kesenangan, dan kesejahteraan hidup adalah dalam naungan ridha-Nya. Semua kenikmatan ada dalam naungan ridha-Nya, dan semua kepedihan ada dalam kemurkaan-Nya.

Dalam ridha-Nya terdapat permata hati, kebahagiaan jiwa, kehidupan hati, kenikmatan berumah tangga, dan kemuliaan hidup. Kenikmatan hidup tidak cukup diukur hanya dengan kenikmatan dunia, tetapi harus diukur dengan kebahagiaan hati yang tidak dapat tergantikan dengan kenikmatan dunia.

Maksiat juga mempunyai pengaruh besar terhadap masyarakat dan bangsa, di antaranya seperti tersebut di bawah ini.5 Kehancuran bangsa karena maksiat. Tak syak lagi bahwa semua kerusakan di dunia dan di akhirat muncul karena maksiat.

§ Apa yang membuat kedua orang tua kita (Adam dan Hawa) keluar dari surga –tempat kenikmatan, kemewahan, dan kebahagiaan– menuju tempat yang penuh dengan kepedihan, kesedihan, dan tuntutan?

§ Apa yang mengeluarkan iblis dari kerajaan langit (malakût as-samâ'), melemparkannya, melaknatnya, mengubah bentuk lahir dan batinnya sehingga bentuk lahirnya menjadi seburuk-buruk bentuk, dan batinnya menjadi senista-nistanya batin, menggantikan kedekatan menjadi jauh, rahmat menjadi laknat, keindahan menjadi keburukan, surga menjadi neraka, dan iman menjadi kufur?

§ Apa yang menenggelamkan semua penghuni bumi hingga air melampaui puncak-puncak gunung?

§ Apa yang terjadi dengan angin atas kaum ’Ad, hingga kematian menjemput mereka di atas bumi seakan-akan mereka seperti pohon kurma yang telah lapuk, menghancurkan apa yang dilewatinya baik rumah, tanaman dan hewan, sehingga mereka menjadi bahan renungan bagi setiap kaum hingga hari kiamat?

§ Apa yang terjadi dengan hentakan suara yang dikirim kepada kaum Tsamud yang mengakibatkan hati mereka terpotong-potong hingga akhirnya mereka binasa?

§ Apa yang mengangkat desa kaum Nabi Luth hingga malaikat mendengar raungan mereka, kemudian membalikkannya, yang atas jadi bawah dan yang bawah jadi atas? Mereka semua dihancurkan, kemudian disusul dengan hujan batu dari langit. Dikumpulkanlah siksa atas mereka yang belum pernah terjadi pada umat selain mereka. Tidaklah siksa itu jauh dari orang-orang yang zhalim.

§ Apa yang mengirim kepada kaum Syu’aib awan siksa yang menyerupai mendung, ketika sampai di atas kepala mereka awan tersebut menjadi hujan api yang panas?

§ Apa yang menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya di laut, kemudian jiwa mereka dipindahkan ke jahanam, badan untuk ditenggemkan dan nyawa dibakar?

§ Apa yang menenggelamkan Qarun beserta istana, harta, dan pengikutnya?

§ Apa yang menghancurkan kaum selama berabad-abad setelah zaman Nuh ?

§ Apa yang menghancurkan kaum dengan hentakan suara hingga mereka musnah?

_________________

5 Lihat Dr. Said bin Ali bin Rahaf al-Qahthani, Nur al-Hudâ wa Zhulumât adh-Dhalâl fî Dhau`i al-Kitâb wa as-Sunnah, 1424 H,

cet. III, hlm. 365.

Tak diragukan lagi bahwa yang menimpa dan menghancurkan mereka semua adalah dosa-dosa mereka. Kemaksiatan adalah warisan umat yang zhalim. Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim waspada terhadap warisan kemaksiatan dari orang-orang yang zhalim. Sesungguhnya liwath (homoseksual) adalah warisan dari kaum Luth. Mengambil hak dengan tambahan dan mengembalikannya dengan mengurangi takaran adalah warisan kaum Syu’aib. Kecongkakan di muka bumi

adalah warisan dari kaum Fir’aun. Sombong adalah warisan kaum Nabi Hud, dan lain sebagainya.

Kemaksiatan membawa pengaruh hingga terhadap hewan, pepohonan, tanah dan makhluk-makhluk, menyebabkan siksa kubur, siksa hari kiamat, dan siksa neraka. Kami berlindung kepada Allah dari kemaksiatan yang membawa pesan kekufuran, sebagaimana ciuman membawa pesan gairah seksual.

Maksiat merupakan prilaku tercela, dan di antara maksiat ada yang lebih tercela dari yang lainnya. Zina adalah seburuk-buruk dosa. Zina menodai kehormatan dan merusak keturunan. Adapun zina dengan tetangga merupakan perbuatan paling tercela. Diriwayatkan dalam Shahîhain (Dua Kitab Sahîh) dari hadis Ibnu Mas’ud r.a. berkata: "Aku bertanya, wahai Rasulullah dosa apa yang paling besar?" Rasulullah menjawab: "Engkau menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia yang menciptakanmu." Aku berkata: "Kemudian apa?" Rasul menjawab: "Kamu membunuh anakmu agar dia mau makan denganmu." Aku bertanya: "Kemudian apa?" Rasul menjawab: "Kamu berzina dengan tetanggamu."

Kemudian, bagaimana bisa engkau membiarkan dirimu berenang di lautan dunia tanpa pakaian pengaman? Bagaimana bisa engkau membiarkan dirimu menyelami kemaksiatan tanpa meminta ampun dan bertaubat? Aku tidak mengira salah satu di antara kita merasa tenang jika dia tahu di belakangnya ada kematian, kuburan, kepedihan, kebangkitan kubur, hari dikumpulkannya manusia, hari penimbangan amal manusia, hari penghitungan, shirâth dan neraka. Allah berfirman dalam surat Qâf ayat 30:

"(Dan ingatlah akan) hari (yang pada hari itu) Kami bertanya kepada Jahanam: "Apakah kamu sudah penuh?" Dia menjawab: "Masih adakah tambahan?"

Pembagian Dosa6

Dosa yang bukan syirik terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:

Kelompok pertama, dosa yang berhubungan dengan hak-hak Allah.

Kelompok kedua, dosa yang berhubungan dengan hak-hak adami (manusia).

Kelompok pertama, yaitu dosa yang berhubungan dengan hak-hak Allah terbagi menjadi dua bagian:

1. Dosa karena meninggalkan amalan wajib yang dapat diketahui, seperti shalat, puasa, dan haji. Dalam hak-hak seperti ini diwajibkan bertaubat dan mengqadha karena dia mampu menjalankannya. Ada beberapa dosa yang mewajibkan taubat dan denda (kifârah), seperti melanggar sumpah, zhihâr (mengharamkan diri menggauli istri sebagaimana menggauli ibunya), dan lain sebagainya.

__________________

6 Lihat Dr. Shalih as-Sadlan, At-Taubah ilâ Allâh, Dar Balansiyyah, Riyadh, 1418 H, cet. V, hlm. 133.

2. Dosa karena yang disebabkan karena ketidaktahuan dan tidak mengenal Allah sebagaimana mestinya, menghalalkan apa yang Dia halalkan dan mengharamkan apa Dia haramkan dan sebagainya. Dosa seperti ini hanya menuntut taubat saja. Kemudian jika dosa itu menyebabkan kekufuran, maka harus dibersihkan dengan mengikrarkan dua syahadat, dan mengingingkari apa yang pernah dia percayai sehingga menyebabkan dia terjerumus dalam kekufuran. Jika dosa itu disebabkan karena ketidaktahuan atau kejahilan, maka si pelaku harus menuntut ilmu dan belajar agama sehingga dapat terjaga dari perbuatan dosa untuk kedua kalinya.

Kelompok kedua, yaitu dosa yang berhubungan dengan hak-hak manusia terbagi menjadi dua macam:

1. Kewajiban mengembalikan hak dengan yang semisalnya, baik berupa uang, melukai seseorang, barang hilang, barang curian, ghasab, dan seterusnya. Jika keadaannya demikian, maka hak-hak tersebut harus dikembalikan kepada yang punya jika barangnya masih ada, atau mengembalikan yang semisalnya jika barangnya sudah tidak ada atau rusak. Karena, hal seperti ini merupakan masalah hak yang harus dikembalikan kepada pemiliknya. Jika pemiliknya tidak ditemukan, maka si pelaku dosa harus mensedekahkan apa yang dia ambil atas nama si pemilik. Jika hak-hak itu tidak dikembalikan kepada yang berhak, si pelaku hanya bertaubat, menyesal dan berkeinginan untuk tidak mengulanginya saja, maka taubatnya sah antara dia dan Allah, tetapi dia masih mempunyai tanggungan hak kemanusiaan dan dituntut untuk memenuhinya. Jika si pelaku tidak menemukan jalan untuk melunasi tanggungan yang dibebankan kepadanya karena sulit, maka ampunan dan karunia Allah menjadi harapan baginya. Berapa banyak Allah menjamin tanggungan! Dan, berapa banyak Allah mengganti kesalahan!

2. Tidak ada kewajiban mengembalikan hak dengan hak semisalnya, tetapi dituntut untuk memabayar dengan sesuatu yang sama jenisnya seperti qadzaf (menuduh orang berbuat zina) yang harus dibayar dengan jilid, dan zina –jika terbukti benarnya– yang harus dibayar dengan rajam atau jilid. Adapun ghîbah (mengungkap keburukan orang lain ketika dia sedang tidak ada) dan fitnah, maka pelakunya berdosa dan berhak mendapat siksa jika ia tidak mau meminta maaf kepada orang yang dia ghîbah.

Melakukan dosa-dosa seperti itu selama hanya diketahui antara pelaku dan Tuhannya, tidak ada orang lain yang dapat mengetahuinya, maka taubatnya adalah dengan rasa menyesal (an-nadam), berhenti melakukan dosa, meminta maaf kepada orang yang dia ghîbah, menyalahkan diri sendiri karena melakukan qadzaf, dan banyak berbuat baik kepada orang yang istrinya dizhalimi. Ia hendaknya berdoa dan memintakan ampun kepada Allah untuk orang yang dia zhalimi. Hendaknya pula ia menyebut orang yang ia ghîbah dan qadzaf dengan sebutan yang baik, mengganti ghîbah-nya dengan pujian dan sanjungan, menyebut kebaikan-kebaikannya, mengganti qadzaf-nya dengan menyebut kesuciannya, dan meminta maaf sesuai dengan ghîbah-nya. Wallahu a’lam.

Sifat-sifat Dosa

Imam al-Ghazali rahimahullâh menyebutkan empat sifat yang membawa seseorang kepada dosa, yaitu:

1. Sifat-sifat ketuhanan yang menimbulkan dosa, seperti sombong, angkuh, suka pujian dan sanjungan.

2. Sifat-sifat setan yang menimbulkan dosa, seperti dengki, sewenang-wenang, menipu, makar, dan kemunafikan.

3. Sifat-sifat hewani yang dapat dilihat dari pemenuhan syahwat nafsu, perut dan biologis, seperti zina, kelainan biologis, dan mencuri.

4. Sifat-sifat binatang buas, seperti dendam, merampas, bermusuhan, membunuh, dan memukul.7

Yang perlu diingat di sini adalah kesalahan yang dilakukan manusia –dalam hal taubat– yang mendorong sebagian pelaku maksiat menunda-nunda taubat atau enggan melakukannya. Atau, kesalahan yang terjadi lagi pada orang-orang yang bertaubat, yaitu jatuh ke dalam cengkeraman hawa nafsu untuk yang kedua kalinya, hingga muncul beberapa kesalahan lain di antaranya8:

1. Menunda-nunda taubat hingga menumpuk dosanya.

Atau, menunda taubat sampai setelah menikah dan sebagainya, padahal yang menjadi kewajiban adalah menyegerakan diri bertaubat. Umur tidak dapat dijadikan jaminan. Bertambahnya perilaku maksiat dapat berubah menjadi sebuah tabiat atau kebiasaan.

2. Lupa bertaubat.

Beberapa pelaku maksiat lupa bertaubat karena lemah agamanya, atau kekagumannya terhadap diri dan perbuatannya, atau ketidaktahuannya tentang hukum syari'at, atau kesibukannya terhadap urusan dunia hingga lupa dengan urusan akhirat. Bahwasanya di antara petunjuk Nabi saw. adalah selalu meminta ampun dan terus-menerus bertaubat.

3. Takut kembali melakukan dosa.

Beberapa pelaku maksiat menunda-nunda dalam meninggalkan kemaksiatan dan menunda-nunda taubat karena takut kembali pada dosa untuk kedua kalinya. Inilah tipu daya setan terhadap manusia hingga dia dapat memalingkan manusia dari taubat serta kembali pada dosa dan maksiat.

4. Godaan dan ejekan.

Beberapa pelaku maksiat enggan bertaubat karena takut ejekan orang di sekitarnya. Dia takut mereka membicarakan dirinya dan membandingkan keadaannya setelah taubat dengan masa lalunya. Ini adalah kesalahan besar, karena takut kepada Allah harus diprioritaskan daripada takut kepada makhluk. Ketika orang yang bertaubat mendapat ejekan tersebut, hal itu tidak lain hanyalah ujian dan dia akan mendapatkan pahala, insyâ' Allâh.

____________________

7 Lihat Saud bin Abdillah al-Khuzaimi, Al-Mausû’ah al-Jâmi’ah fî al-Akhlâq wa al-Âdâb, Dar al-Fajr, Kairo, 2005, Jilid I, cet. I,

hlm. 423.

8 Lihat Saud bin Abdillah al-Khuzaimi, Al-Mausû’ah al-Jâmi’ah fî al-Akhlâq wa al-Âdâb, Dar al-Fajr, Kairo, 2005, Jilid I, cet. I,

hlm. 423.

5. Prestis dan kedudukan sosial.

Beberapa pelaku maksiat lebih mengutamakan tetap dalam jabatan dan kedudukan yang menyebabkan dosa atau mengutamakan posisi penting di hadapan orang-orang terpandang daripada berlaku lurus dan bertaubat kepada Tuhan. Inilah kekurangannya dalam menjalankan agama dan kekurangan kepribadiannya. Kesalahan fatal akan membawa si pelaku menuju kerugian dan penyesalan setelah habis waktunya. Ini semua hanya sebagian kenikmatan dunia yang menyesatkan. Hendaknya bagi manusia hanya memperhatikan amal apa yang akan dia persembahkan untuk mengantarkan dirinya ke surga sekaligus menjadi pembatas (hijâb) antara dia dan neraka.

6. Menunda-nunda ampunan dan rahmat Allah.

Beberapa pelaku maksiat enggan bertaubat dan terus-menerus melakukan dosa dengan dalih bahwa ampunan Allah itu luas. Dia berpendapat bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Atau dengan kata lain dia angkuh dengan menyepelekan Allah dan memihak orang-orang yang merusak. Ini adalah kesalahan dan kebodohan besar tentang hukum-hukum taubat, karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang bagi hamba-hamba-Nya yang bertaubat, yaitu yang melakukan dosa karena ketidaktahuannya kemudian kembali (taubat) dengan segera. Tetapi, Allah juga Maha Dahsyat siksa-Nya bagi hamba yang terus-menerus berbuat dosa dan sombong.

7. Berputus asa dari rahmat Allah.

Beberapa pelaku maksiat merasa putus asa terhadap rahmat dan ampunan Allah. Mereka beranggapan bahwa kesengsaraan telah ditetapkan atas diri mereka. Sebagian di antara mereka berpendapat bahwa dosa sudah manjadi takdir bagi mereka. Pelaku maksiat berkata: "Bahwasanya Allah telah menetapkan kebaikan dan keburukan hamba-Nya, maka tak ada yang lain bagiku kecuali yang telah ditakdirkan." Ini semua adalah kebodohan besar, kesesatan akidah, dan angan-angan setan. Pintu taubat selalu terbuka bagi hamba hingga ajal menjemput. Berputus asa dari rahmat Allah termasuk dosa besar dan lebih besar dosanya dari sekedar melakukan dosa biasa.

8. Taubatnya para pembohong.

Beberapa orang berhenti melakukan maksiat dalam waktu singkat karena sakit atau keadaan tertentu, kemudian dia kembali melakukan dosa. Mereka itu belum bertaubat secara total (taubat nashuha). Bahkan mereka –sebenarnya– melakukan pemberontakan kepada Allah, mengikuti syahwat setan, dan akrab dengan kemaksiatan yang tak dapat dipisahkan lagi kecuali jika Allah mengizinkan.

Sufyan ats-Tsauri rahimahullâh menangis pada suatu malam hingga pagi. Pada pagi harinya, seseorang bertanya: "Apakah ini semua karena takut dosa?" Dia mengampil jerami dari tanah dan berkata: "Dosa lebih remeh dari ini, tetapi aku menangis karena takut akan akhir yang buruk (sû'u al-khâtimah)." []


0 Responses: