Selamat Datang di Blog Ratman Boomen. Semoga Anda Mendapat Manfaat. Jangan Lupa Beri Komentar atau Isi Buku Tamu. Terima Kasih atas Kunjungan Anda.

Halaman

03 Januari 2009

(8) Ibnu Haitsam

Ibnu Haitsam

(Alhazen)

Sang Pakar Optik


Oleh: Ratman al-Kebumeny

Siapakah Dia?

Dunia optik, apalagi di kalangan kaum muslimin tentu mengenal sosok yang punya kontribusi besar ini di abad pertengahan. Bahkan, hasil penelitiannya berpengaruh hingga sekarang. Dialah Al Haitsam, yang di barat dikenal dengan Alhazen. Abu Ali Hasan Ibnu Al Haitsam adalah nama lengkapnya. Ia dilahirkan di Basrah sekitar tahun 350 H / 965 M.

Pendidikannya diperoleh sejak di Basrah, kemudian Baghdad. Dalam episode kehidupannya, ia pernah diminta untuk mencari penyelesaian banjir Sungai Nil di Mesir. Tapi, usahanya tidak berhasil, sehingga ia khawatir dengan hukuman yang bakal menimpanya dari khalifah. Akhirnya, Ibnu Haitsam berpura-pura gila hingga orang-orang benar-benar menganggapnya gila. Sandiwaranya ini berlangsung hingga kurang lebih tiga tahun sampai meninggalnya Khalifah Al Hakim bi Amrillah.

Selanjutnya ia banyak melakukan penelitian optikal, fisika, matematika, dan obat-obatan. Kegiatannya di bidang ilmiah sempat pula ia lakukan di Spanyol. Prestasinya yang membuat ia terkenal dan diakui kepakarannya adalah masalah optik. Perjalanan hidupnya berakhir di kairo sekitar tahun 431 H / 1038 M, tapi ada juga yang menuliskan 1040 M setelah menghasilkan sekitar 200 karya.



Apa Karyanya?

Ketika di tengah-tengah berpura-pura gila itulah Ibnu Haitsam mulai menemukan dunia optiknya. Dia melihat fenomena optik ketika ada sinar masuk melalui lubang kaca yang digunakan penjaga untuk mengintai dirinya. Selanjutnya, setelah khalifah Al Hakim meninggal babak baru kehidupannya yang bebas dimulai lagi ketika masa Sittul Malik dan bebas pergi ke Darul 'Ilm untuk belajar. Dia memafokuskan dirinya di bidang optik dengan melakukan eksperimen mengenai penyebaran cahaya dan warna, ilusi optik dan pemantulan.
Penyelidikannya mengenai refraksi berkas cahaya dengan medium transparan seperti air dan udara menghasilkan temuannya mengenai refraksi. Alhazen merupakan seorang pengamat yang eksak, seorang peneliti, dan ahli teori. Karya tulisnya tentang optic mempunyai prestasi besar.
Kitabnya yang terkenal adalah Al Manazir (Optical Thesaurus) yang diterjemahkan pula ke dalam bahasa Latin oleh Gerard dari Cremona. Kitab Al Manazir menjadi basis bagi ahli-ahli optik muslim maupun Latin (Barat). Dalam karyanya ini Ibnu Haitsam membahas masalah cahaya dan mengemukakan bahwa setiap benda mengandung panas dan api. Dia juga membahas fenomena seperti pelangi, bayangan, gerhana, dan berspekulasi mengenai sifat-sifat fisika cahaya. Sedangkan kitabnya Al Haitsam Fi Hai'at Al Alam diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani oleh Jacob ben Mauhir ibnu Tibbon (wafat 1255 M) dengan judul Sefer ha Tekunah, dan ke dalam bahasa Spanyol oleh Alfonso X the El Sabio atau Alfonso X yang Bijak (wafat 1252 M).
Pendekatannya terhadap optik menimbulkan ide-ide segar dan kemajuan penting dalam metode ilmiah di bidang ini. Risetnya mengenai catoptrics berpusat pada kaca berbentuk bola dan kaca parabola serta aberasi sferikal. Dia melakukan pengamatan penting bahwa rasio antara sudut insidensi dan refraksi tidak konstan. Ia pun menyelidiki kekuatan pembesaran pada lensa. Catoptrics-nya memuat soal penting yang dikenal dengan "soal Alhazen". Ini mencakup pemnggambaran garis-garis dari dua titik pada bidang sebuah lingkaran yang bertemu pada sebuah titik pada kelilingnya, dan membentuk sudut-sudut yang sama dengan garis normal pada titik tersebut. Semua ini membawa pada sebuah persamaan tingkat empat.
Ibnu Haitsam merupakan pelopor yang menjelaskan mata dan proses penglihatannya. Ia mngemukakan bahwa semua gambar diproyeksikan pada kornea dan diteruskan sampai retina dalam keadaan terbalik. Gambar terbalik ini ditangkap oleh sel-sel syaraf retina dan dibawa ke otak. Oleh otak, gambar itu diproses sehingga terkesan tegak kembali, dan terjadilah penglihatan yang dirasakan oleh manusia. Untuk menjelaskan teorinya ini, Ibnu haitsam meneliti anatomi mata dan memberikan penjelasan bagian-bagiannya secara rinci sebagaimana yang kita kenal sekarang seperti:

1. Kelopak mata (covum orbita)
2. Selaput mata (conjunctiva)
3. Selaput jala (retina)
4. Otot-otot mata (muskulus orbita)
5. Biji mata (bulbur okuli)
6. Selaput bening
7. Inti mata
8. selaput putih (sclera),
9. Kornea,
10. Selaput pembuluh, dll.

Alhazen juga mengoreksi teori Euclid dan Ptolemy, bahwa mata memancarkan sinar visualkepada obyek penglihatan, dengan dalil bahwa bukan sebuah sinar yang meninggalkan mata dan bertemu obyek yang menimbulkan penglihatan. Lebih pada bentuk obyek yang dapat dilihat dengan jelas yang melintas ke dalam mata dan berubah disebabkan benda jernih (tembus pandang) atau lensa. Ia pun mengembangkan teori pemfokusan, pembesaran dan inversi dari bayangan. Dalam karya-karyannya, kita dapat menemukan penjelasan mengenai perkembangan metode ilmiah, pengamatan sistematis mengenai fenomena fisika dan hubungannya dengan teori ilmiah. Sang pakar optik ini membuat terobosan penting dalam hal ini.
Pengaruh karya-karya Ibnu Haitsam berlangsung cukup lama. Hingga Francis Bacon sekitar abad ke-13 dan Pole Witelo (Vitellio) serta beberapa penulis lain di bidang optik Barat pada era abad pertengahan melakukan penelitian berdasarkan Optical Thesaurus, sebuah buku berisi istilah-istilah optik karya Ibnu Haitsam. Bahkan Leonardo da Vinci dan Johann Kepler pun terpengaruh pemikiran Alhazen. Maka tak heran apabila dengan karya dan pengaruhnya itu Ibnu Haitsam disebut "bapak optik modern". Dan, perpustakaan Vatikan masih menyimpan naskah terjemahan asli karya Keppler yang ia tulis dari buku Al Haitsam.
Dalam bukunya yang lain, yaitu kitab Mizan Al Hikmah, Ibnu Haitsam menjelaskan karapatan atmosfer dan menghubungkan antar kerapatan tersebut dengan ketinggiannya. Selain itu, ia juga mengkaji pemantulan atmosfer. Dari hasil penelitiannya, ia menemukan bahwa senja akan mulai dan berhenti ketika matahari berada pada 19° di bawah cakrawala (horizon). Lalu, Al Haitsam mengukur ketinggian atmosfer berdasarkan hal tersebut, hingga berkesimpulan bahwa ketinggian atmosfer homogen sekitar 55 mil. Ini merupakan temuan yang bermanfaat. Dan temuan-temuan Al Haitsam yang lain dikembangkan dan dimanfaatkan hingga sekarang, walaupun banyak tidak diketahui atau sengaja tidak secara jujur mengakui bahwa itu berasal dari Al Haitsam. []




0 Responses: