Selamat Datang di Blog Ratman Boomen. Semoga Anda Mendapat Manfaat. Jangan Lupa Beri Komentar atau Isi Buku Tamu. Terima Kasih atas Kunjungan Anda.

Halaman

06 Januari 2009

(9) Ibnu Sina



Ibnu Sina

(Avicenna)

Si Pakar Ilmu Kedokteran




Oleh: Ratman al-Kebumeny



Siapakah Dia?

Di dunia kedokteran, selain Ar Razi dikenal pula seorang pakar yang masyhur dan diakui kapabilitasnya oleh dunia Timur dan Barat, yaitu Ibnu Sina. Ia bernama lengkap Abu Ali Al Husain Ibnu Abdillah Ibnu Sina. Kelahirannya adalah di dusun Afshana dekat Bukhara (Asia Tengah, sekarang daerah di selatan Rusia. Kelahirannya sekitar Tahun 371 H / 980 M, dari pasangan ayah yang Persi dan ibu yangg Turki. Ia merupakan anak yang cerdas dan tumbuh dengan baik. Masa kecilnya dugunakan untuk mengkaji ilmu syariah dan konon telah hafizh (hafal) Alquran ketika usianya 10 tahun.

Ibnu Sina adalah seorang pembalajar yang giat. Ia masuki lembaga pengkajian dan mendatangi guru, tapi kebanyakan ia belajar sendiri (otodidak). Ia belajar ilmu pasti dan astronomi pada Abdullah Natali. Filsafat Plato, Aristoteles, dan Neoplatonisme pun ia pelajari. Isagoge karya Porphyry dan proposisi Euklid pun tak ketinggalan dipelajarinya. Berbagai bidang ilmu ia pelajari, termasuk musik, logika, matematika, dan astronomi, tapi kemahirannya dan ketenarannya berlabuh di dunia kedokteran. Karyanya di bidang ilmu kedokteran mengantarkan ia menjadi rujukan kalangan ilmuwan sebagai pakarnya. Ia pun aktif berkarya selama hidupnya dan meninggal dalam usia 57 tahun sekitar tahun 429 H / 1037 M, setelah banyak mengkhususkan diri ber-taqarrub (mendekatkan diri) pada-Nya.

Apa Karyanya?


Di usia belasan tahun perhatian Ibnu Sina pada kedokteran tumbuh dan berkembang, bahkan cukup mumpuni. Dalam ilmu kedokteran, Ibnu Sina berguru pada seorang tabib di Bukhara. Dikisahkan bahwa ia belajar ilmu kedokteran pada seorang tabib Kristen bernama Isa bin Yahya. Karena kecerdasan dan kemahirannya ia terkenal hingga mengalahkan Isa bin Yahya, gurunya sendiri. Hingga suatu saat Raja Bukhara, Nuh Ibnu Mansur sakit dan para dokter terkenal banyak yang menyerah mengobatinya. Ibnu Sina yang ketika itu baru berusia 17 tahun dipanggil untuk mengobatinya, dan Raja itu pun sembuh. Ia semakin terkenal dengan kejadian ini. Ketika Raja Nuh Ibnu Mansur ingin memberinya hadiah, Ibnu Sina hanya meminta agar ia diizinkan menggunakan perpustakaan raja atau kutubkhanah (bibliotik) yang lengkap itu. Maka, di perpustakaan raja inilah Ibnu Sina belajar menelaah ilmu yang ia butuhkan dengan leluasa. Buku-buku perpustakaan menjadi sahabatnya.

Ibnu Sina adalah orang yang enerjik. Meskipun hidup dalam suasana kegoncangan dan sering sibuk dengan urusan negara, ia menghasilkan karya sekitar 250 buah. Dari sekian banyak karya yang dihasilkan di tengah-tengah kesibukannya, beberapa naskah dihasilkan dari didiktekan ketika ia menunggang kuda sat menemani raja menuju medan pertempuran. Daya konsentrasi dan ketajaman mentalnya amat dikagumi dan terkenal. Kitabnya yang terkenal adalah Al Qanun fi Ath Thibb (Hukum-hukum Kedokteran) yang di Barat dikenal dengan Cannon of Medicine. Kitab ini merupakan semacam ensiklopedi yang membahas pengetahuan kedokteran dari sumber kuno maupun dunia Islam dari para ilmuwan muslim. Kitab ini disusun secara sistematis dalam beberapa bagian, yaitu:

1.Bagian pertama membahas prinsip umum

2.Bagian kedua membahas obat-obatan yang disusun sesuai abjad.

3.Bagian ketiga membahas penyakit organ tubuh tertentu dan organ tubuh lain dari kepala sampai kaki.

4.Bagian keempat membahas penyakit organ tubuh tertentu yang dapat menyebar ke organ tubuh lain.

5.Bagian kelima membahas persenyawaan obat-obatan.

Penyajiannya yang sistematis dan penyempurnaannya serta nilai intrinsiknya membuat Al Qanun fi Ath Thibb memegang prestasi besar dan menyaingi Al Hawi-nya Ar Razi, Al Kunnash Al Malaki-nya Ali Ibnu Al Abbas Al Majusi, dan karya Galen dari Romawi. Ini merupakan status tersendiri bagi Al Qanun fi Ath Thibb di dunia kedokteran.

Dalam karyanya, Ibnu Sina tak hanya mensistematiskan ilmu kedokteran, tapi ia juga menmberikan kontribusi orisinil di bidang ini. Al Qanun fi Ath Thibb dikenal sebagai kitab yang memuat meteria medica yang otentik dan luar biasa. Ibnu Sina menjelaskan di sana antara lain tentang:

1.Mediastinitis dan pleurisy (radang selaput mata).

2.Mengenali ciri-ciri orang yang terkena phthisis (radang paru-paru).

3.Penyebaran penyakit oleh air dan tanah.

4.Diagnosa ilmiah ankylostomiasis (penyakit kekakuan tulang sendi).

5.Penyakit cacing pada usus.

6.Masalah pentingnya makan teratur.

7.Pengaruh cuaca dan lingkungan terhadap kesehatan.

8.Pembiusan pada bedah mulut.

9.Kanker dan pencegahannya



Sumbangan ilmu Ibnu Sina dalam ilmu mata patut dikagumi, karena ia orang pertama yang menguraikan gambar yang berbentuk grafik dan bagian-bagian mata dengan detail. Bagian yang ia gambar dan bahas antara lain:

1.Conjunctive sclera (bagian yang menyelubungi permukaan mata).

2.Cornea (biji mata).

3.Choroids


4.Iris

5.Retina

6.Layer lens

7.Aaqueous humour

8.Optic nerve (syaraf mata)

9.Optic chiasma (lensa pembalik)


Dalam masalah pengobatan, Ibnu Sina tak sependapat jika tindakan pengobatan hanya didasarkan pada dugaan dan perkiraan. Tapi, harus didasari pengetahuan anatomi dan keahlian bedah, sehingga hal itu ia sarankan pada dokter-dokter bedah. Hal lain yang ia bahas antara lain masalah pengatupan jantung, gerakan otot dan syaraf dan efek kesakitannya pada organ-organ tubuh.

Kemasyhuran Al Qanun fi Ath Thibb menjadikannya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard dari Cremona pada abad ke-12, dan naskah pertama berbahasa Arab yang diterbitkan di Roma tahun 1593. Kitab karya Ibnu Sina yang ini dijadikan buku pedoman utama pendidikan kesehatan di sekolah-sekolah Eropa sejak abad ke-12 hingga abad ke-17. Selanjutnya, Al Qanun fi Ath Thibb juga diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan judul A Treatise on The Canons of Medicine of Avicenna, dan bahasa Ibrani serta komentar-komentar atasnya. Al Qanun fi Ath Thibb pun dianggap mempengaruhi Leonardo da Vinci. Pada abad ke-15 buku ini terbit dalam 16 edisi, dalam bahasa Ibrani satu edisi, pada abad ke-16 ada 20 edisi, dan lebih banyak lagi di abad ke-17. Penerjemah Al Qanun fi Ath Thibb ke dalam bahasa Ibrani antara lain Zehariah Gracian, Moses ben Tibbon, dan Nathan he' Me'ati.

Selain Al Qanun fi Ath Thibb, Ibnu Sina juga menulis kitab Asy Syifa yang terdiri atas 28 jilid. Kitab Asy Syifa dalam bahasa latin dikenal dengan Sanatio. Kitab ini merupakan ensiklopedi filsafat yang mencakup filsafat hingga ilmu pengetahuan kedokteran. Dalam hal filsafat, Ibnu Sina menyelaraskan antara Aristotelian dan neoplatonis dan teologi (pemikiran keagamaan) Islam. Pemikiran filsafatnya banyak pula mendapat kritikan dan penentangan pahamnya dari beberapa kalangan, antara lain:

1.Ibnu Qusyairi

2.Syaikh Muhammad Asy Syahrastani

3.Ibnu Qayyim Al Jauziyah

4.Al Ghazali, dll.

Selain kedokteran dan filsafat, Ibnu Sina juga berkontribusi dalam kajian ilmu astronomi, fisika, kimia, dan musik. Ia konon menulis sekitar 270 jilid kitab dalam bahasa Arab dan Persia. Karya lainnya selain kitab-kitab di atas adalah kitab Ujunul Hikmah sebanyak 10 jilid, Danesh Nameh, dan Arjuzah fi Thibb. Begitulah Ibnu Sina, yang oleh bangsanya digelari Syaikh Ar Rais, "pemimpin para cendekiawan". Filosof Barat seperti Roger Bacon juga mengakui pengaruh filsafat Ibnu Sina kaitannya dengan filsafat Aristoteles di Eropa.

Di Bukhara, kita bisa menjumpai museum yang memperlihatkan beberapa tulisannya. Di luar museum itu berdiri monumen untuk mengenang kebesarannya. Bahkan, kita jumpai gambar Ibnu Sina terpampang di aula Fakultas Kedokteran Universitas Paris. []


















0 Responses: