Selamat Datang di Blog Ratman Boomen. Semoga Anda Mendapat Manfaat. Jangan Lupa Beri Komentar atau Isi Buku Tamu. Terima Kasih atas Kunjungan Anda.

Halaman

30 April 2011

KAZAN; Kota Santri di Rusia



Oleh: M Aji Surya (Diplomat RI di Rusia, dalam buku Vodka, Cinta, dan Bunga, 2009)

Islam berkembang pesat, di bawah Putin dan Medvedev.
Jadilah Kazan kota santri Rusia.
Indah dan bersahabat.

Persahababatan yang baik terbangun dari kepercayaan dari waktu ke waktu. Namun tidak demikian dengan teman-teman di Kazan. Sekali kenal, langsung jadi saudara. Ke manapun kita pergi, selalu bersama. Inilah ciri kota santri di Rusia.

Memang mudah sekali dirasakan dalam sanubari. Kazan yang berada di bagian tengah barat Rusia ini masyarakatnya mirip dengan Indonesia. Pengalaman ini diamini oleh banyak orang yang pernah ke sana. Perangai yang dimiliki sangat lain dengan orang Rusia pada umumnya. Meski pernah tertekan di masa kejayaan komunis, mereka sampai sekarang masih bisa mengobral senyum. Bahkan, banyak yang mensinyalir bahwa mereka memiliki etos kerja yang unik dan akan mudah menggapai kemajuan.

Sebenarnya posisi kota Kazan tidak jauh dari Moskow. Pada kisaran 950 km, atau maksimal 1,5 jam penerbangan dari Moskow ke arah selatan timur. Bagi pelancong yang tidak punya waktu terlalu banyak, bisa pulang balik dalam sehari. Berangkat pagi pukul tujuh dan kembali ke Moskow pada sore atau malam hari. Bila datang pada musim panas, waktu segitu sudah lumayan melihat kota Kazan.

Bagi saya pribadi, Kazan mengingatkan saya akan keramahan masyarakat Indonesia. Sungguh, dua kali berkunjung ke sana, seolah kami baru saja bolak-balik ke Indonesia. Di sini sangat mudah mendengar azan, sesuatu yang aneh di manapun di Rusia atau Amerika sekalipun. Naik mobil dalam setengah jam di dalam kota, puluhan masjid dapat kita lihat. Bahkan banyak lelakinya memakai kopiah ala Arab dan wanitanya berjilbab seperti di Indonesia. “Assalamualaikum,” demikian sapaan itu terdengar di banyak tempat.

Harap maklum saja, penghuni kota ini separuhnya beragama Islam, atau pada kisaran 2 juta orang. Mereka mengaku pertama kali mendapatkan sinaran agama Islam dari utusan penguasa Islam dari Baghdad (zaman sahabat Nabi Muhammad) pada abad ke-7 Masehi manakala Kazan masih menjadi bagian dari wilayah Bulgaria. Sejak saat itu, agama ini berkembang cepat dan mendapatkan tempat yang baik di hati rakyat.

Sama seperti nasib agama lainnya, pada masa komunis yang nyaris 80 tahun itu, perkembangan agama Islam mendapatkan hambatan yang sangat serius. Hampir semua masjid dipusokan dan dijadikan gudang ataupun gardu jaga. Apalagi dakwah dan pengajaran Islam. Sesuatu yang sangat diharamkan. Hanya satu masjid saja di tengah kota yang dibiarkan berdiri dan berdampingan dengan gereja Kristen Ortodoks.
Uniknya, setelah komunis tumbang dan menjadi bagian dari Rusia yang terbuka dan maju, maka masyarakat muslim di sini seperti bangkit dari tidur panjangnya. Mereka kembali membangun tempat ibadahnya dan institusi keagamaannya dengan sangat cepat di bawah seorang Mufti (pemimpin agama Islam tertinggi di negara bagian) yang berwibawa. “Dengan bangga dapat saya informasikan bahwa hampir setiap minggu kami selalu meresmikan satu masjid,” ujar Rustam Gataulin, ketua organisasi layanan haji, pertengahan tahun 2009.

Mufti Iskhakov malah menyebut bahwa Republik Tatarstan yang dengan ibukotanya Kazan merupakan pusat peradaban Islam pada wilayah Euroasia. Kini tidak kurang 1.200 masjid telah kembali berdiri dan menjadi semacam organisasi yang mendorong kemajuan masyarakat di berbagai bidang. Di wilayah ini pula aneka helikopter canggih Rusia diproduksi dan petenis dunia Marat Safin dilahirkan.

Tidak hanya itu, jumlah calon haji setiap tahun terus bertambah. Kalau 5 tahun lalu hanya pada kisaran 1.000-an jamaah, maka kini telah lebih dari 3.000 orang per tahun. Jumlah itu diperkirakan akan terus bertambah sehingga diperlukan suatu organisasi yang matang dan baik. “Saya selalu melihat jamaah haji Indonesia teratur saat di Tanah Suci. Kita ingin belajar bagaimana mengorganisasikan seperti itu,” lanjut Rustam. Dari perbincangan dengan Rustam dan Mufti sendiri, akhirnya kita sepakat untuk membuat pelatihan jamaah haji dengan mendatangkan instruktur dari Depag dan swasta yang mengorganisasi ONH Plus.

Di kota ini pula ada universitas Islam yang diberi nama Universitas Islam Rusia. Perguruan tinggi ini mirip sekali dengan IAIN di Indonesia. Seluruh pelajarannya melulu mengenai keislaman dan belum menyentuh masalah lainnya. Jumlah mahasiswanya juga masih dalam hitungan ratusan dengan dosen yang masih muda-muda.
Rektor Universitas Islam Rusia, Muhamedsin terkagum-kagum pada suatu saat saya ajak ke Indonesia untuk melihat Islam di negeri kita. Ia memang mengenal Indonesia dari banyak buku, tetapi rupanya jauh lebih menarik datang langsung. Dikatakannya, Islam datang ke Rusia dan Indonesia itu sama, yakni datang melalui jalan damai alias perdagangan. Konsekuensinya, Islam berkembang namun adat istiadat setempat tidak hilang. “Kita ingin mempelajari konsep toleransi dari negerimu,” akunya.

Muhamedsin mengaku terkesan dengan UIN Jakarta, Jogjakarta dan Malang yang sempat ia kunjungi. Namun kesan terdalam adalah dengan UIN Malang yang memberikan landasan kepada semua mahasiswanya bahasa Arab dan pelajaran agama pada tahun pertama. Karenanya, ia sudah teguh akan mengirimkan dosen-dosennya untuk belajar di Indonesia.
Menurut penuturan banyak pihak, pendidikan Islam di Tatarstan tetap berlangsung meskipun di masa komunis. Mereka melakukan dakwah minimal kepada anggota keluarga. Dan bila lebih dari itu, maka diperlukan suatu aktivitas bawah tanah yang rapi. Itulah sebabnya Islam tetap hidup dan diyakini kebenarannya oleh masyarakat. Meskipun begitu, pendidikan agama mereka tetap ketinggalan bila dibandingkan banyak negara karena larangan beraktivitas religi selama satu generasi.

Kota Kazan adalah ibukota dari negara bagian Rusia yang dikenal dengan Tatarstan. Berdasarkan penuturan masyarakat, telah terjadi semacam salah persepsi dalam batas-batas tertentu sehingga mereka ini dimasukkan dalam suku Tatar. “Sebagian kita adalah anak turun dari bangsa Eropa Timur (Bulgaria) yang telah migrasi ke sini jauh sebelum Islam masuk. Lihatlah wajah kami berbeda, baik dengan orang Rusia maupun Cina,” kata pemandu saya dalam bahasa Inggris yang fasih.

Kota santri ini memiliki landskap yang unik dan menarik. Meskipun tidak di gunung, namun Kazan berada di atas bukit dengan pemandangan danau di bawahnya. Persis di pinggir danau, terdapat beberapa monumen besar: masjid agung Kul-Syarif, sebuah gereja kuno, kremlin (benteng kota) serta makam syuhada. Masjid Kul-Syarif termasuk terbesar di Eropa ini memiliki arsitektur yang unik dengan banyak menara yang tinggi, yang barangkali terpengaruh oleh Masjid Biru di Istanbul, Turki. Meskipun mencorong, masjid tidak mengalahkan bangunan di sekitarnya. Semua tampak rukun dan berdiri dengan kepribadian masing-masing.

Sebagaimana di kota Moskow, inilah pusat kota yang memiliki keindahan luar biasa. Di sini, para pelancong wajib kunjung sebagaimana banyak pengantin pada datang untuk mengambil foto. Aneka souvenir juga dijual dimana-mana dengan harga miring. Tidak heran, tempat ini selalu saja ramai pengunjung, khususnya di musim panas. Mereka bisa duduk menikmati indahnya danau di samping masjid, katedral, dan kremlin beserta para pengantin yang berbahagia.

Seorang teman saya yang beragama Kristen sempat dibuat kagum. Saat berkunjung ke Kazan pada bulan Ramadhan, ia dipersilakan menunggu rekannya yang sedang salat tarawih di dalam masjid agung Kul-Syarif. Sambil duduk bersila, ia terkantuk-kantuk di dalam masjid. “Eh…begitu saya terbangun, sudah ada kue dan minuman di hadapan saya. Luar biasa,” ujarnya dengan mata berbinar.
Jujur saja, menurut pendapat pribadi saya, Lapangan Merah di Moskow sangat menarik, namun lingkungan Kremlin Kazan dan masyarakatnya, jauh lebih mengesankan. Maafkan saya. []

0 Responses: