Selamat Datang di Blog Ratman Boomen. Semoga Anda Mendapat Manfaat. Jangan Lupa Beri Komentar atau Isi Buku Tamu. Terima Kasih atas Kunjungan Anda.

Halaman

23 Desember 2010

Buku Bagus: Langsung Jadi Langsing


Pernahkah Anda duduk berdampingan dengan seorang gendut di bus, atau berdesakan dengan si perut buncit dalam gerbong kereta? Udara pengap, terik matahari menyengat, berbaur dengan napas orang itu yang tersengal-sengal, dan bau keringat yang tidak sedap. Bagaimana perasaan Anda?

Atau mungkin Anda memang seorang yang sangat gemuk atau obesitas. Berat badan Anda terus bertambah, perut besar membuat Anda susah mencari baju, celana, atau sepatu yang pas. Ketika berada di mobil, sofa, di lift, atau dimana saja, Anda makan tempat. Anda pun terasa begitu berat jika dibonceng dengan motor. Anda mudah terserang banyak penyakit, duduk susah, jongkok terasa berat, mau berdiri juga susah, banyak keringat, dan nggak pede ketemu orang. Bahkan, akhir-akhir ini Anda mulai merasakan sulit bernapas, sukar beraktivitas, berjalan pun terasa sangat berat, sendi lutut dan kaki terasa pegal, pinggang juga sakit.

Tidak ada seorang pun yang mau jadi obesitas! Semua orang sudah mulai sadar akan dampak buruk dari berat badan yang berlebihan, makin banyak orang mengerti makanan apa yang banyak mengandung lemak dan kalori serta berusaha menghindarinya, fitness center mulai menjamur dimana-mana, iklan-iklan di berbagai media menawarkan beraneka ragam health food, dan yang lebih ngetren lagi adalah, pusat-pusat slimming telah menjadi industri komersial yang makin banyak dikunjungi orang. Namun, kalau kita lihat di sisi lain, seiring dengan makin banyak orang gencar menurunkan berat badan, angka obesitas ternyata makin bertambah dari hari ke hari.

Dunia kita memang semakin dipenuhi oleh orang gemuk. Bukan hanya di negara maju, di negara berkembang seperti Indonesia sekalipun, angka kejadian obesitas makin hari makin bertambah banyak.

Makan memang merupakan suatu kenikmatan. Namun, makan enak jangan membuat Anda menjadi semakin gemuk. Kalau di negara industri barat yang sudah maju orang lebih banyak mengkonsumsi makanan instan, maka masyarakat negara berkembang ―dan miskin pula seperti Indonesia― terjadi proses serupa. Tawaran voucher makan gratis atau murah sambil belanja, serta diskon beraneka ragam dengan paket bermacam-macam di restoran terjadi dimana-mana. Perubahan pola hidup demikian membuat banyak orang berbisnis makanan dan membuka gerai-gerai junkfood. Celakanya lagi, makanan sekarang cenderung lebih manis, lebih asin, dan lebih berlemak! Porsi makanan juga jauh bertambah banyak, ukuran burger sekarang sudah hampir dua kali lipat ukuran tahun 80-an.

Makin meningkatnya jumlah manusia obesitas pada abad ini, telah menjadi suatu bom waktu yang setiap saat siap meledak dan mematikan. Di seluruh dunia, kini ada lebih dari satu miliar orang dewasa dengan berat badan lebih (gemuk), dan paling sedikit ada 300 juta orang yang masuk kategori obesitas (Body Mass Index/BMI atau Indeks Massa Tubuh di atas 30). Di Amerika Serikat, Eropa, dan Australia, epidemi global obesitas menyerang setengah sampai dua per tiga dari total populasi yang ada, angka ini cukup menakutkan. Kita tengok bagaimana dengan Indonesia, angka orang gemuk sudah mendekati sepertiga jumlah penduduk!

Sejak tahun 1985, oleh suatu konsensus di antara organisasi-organisasi kesehatan dunia telah disepakati, bahwa lemak yang berlebihan atau obesitas sudah diakui sebagai suatu penyakit. Rata-rata pria dan wanita dewasa memiliki 15 dan 25 persen jaringan lemak. Ini setara dengan berat 10 kg dan 15 kg, yang merupakan timbunan trigliserida. Bila lemak ini berlebihan akan menimbulkan banyak pengaruh buruk bagi tubuh. Dampak buruk bukan hanya pada jantung, hipertensi, diabetes, stroke, gagal napas, sakit sendi dan tulang, batu empedu, gangguan hati, bahkan beberapa penyakit kanker. Juga berpengaruh pada segi penampilan, psikologis, dan kualitas hidup. Jika dulu gemuk identik dengan kemakmuran, sekarang justru gemuk menjadi keburukan.

Ingat, banyak juga yang mati muda karena obesitas. Biaya pengobatan akan meningkat jutaan rupiah per bulan tiap kenaikan BMI satu poin. Bila BMI lebih dari 40, maka Anda akan menghabiskan sampai puluhan juta rupiah untuk berobat.
Nah, bagi Anda yang obesitas maupun yang ingin menjaga diri dari obesitas, buku Langsung Jadi Langsing (Jaring Pena, 2010) wajib Anda baca. Buku ini mengupas apa dan bagaimana obesitas serta berbagai strategi jitu untuk mengalahkan obesitas, mulai dari mengubah lifestyle, diet yang benar, olahraga yang baik, pencegahan, pengobatan, bahkan bedah bariatrik untuk mengurangi lemak. Anda tetap bisa makan kenyang tapi jangan sampai jadi gemuk. Anda bisa hidup sehat, bisa menurunkan berat badan, dan terhindar dari berbagai penyakit. Anda akan jadi pemenang mengalahkan obesitas! []

13 November 2010

Digdaya; Mobil Buatan Anak SMK


Malam Minggu kemarin (6 November 2010) saya dan istri refreshing. Tidak ke mall. Tidak ke taman-taman eksotis di Surabaya. Tidak juga ke bioskop. Tapi, ke Jatim Expo di seberang kantor pusat Jawa Pos, Graha Pena. Istri saya ingin sekali melihat mobil buatan anak SMK (dulu STM dan SMEA) yang sebelumnya dia lihat di Republika online. Saya pun tertarik ingin lihat karya anak SMK yang menurut saya sudah luar biasa itu untuk seukuran anak sekolahan. Memang, sepertinya SMK sedang ditingkatkan 'derajatnya' agar tidak menjadi 'anak tiri' yang sekandung dengan SMA.

Hampir isya saya berangkat. Sesampainya di Jatim Expo, arena tak seramai kalau pameran komputer atau pameran printing yang biasanya juga dihelat di gedung itu. Saya mulai berpikir, kenapa kalau pameran pendidikan tidak seramai konser atau acara hura-hura. Ternyata setelah saya lihat banner besar ditengah panggung, pameran itu adalah Pameran Karya Pendidikan Tinggi dan Karya Siswa SMK dengan tagline "Kawula Muda Berkarya". Di situ ada hasil karya siswa SMK, debat bahasa Inggris, job marketing, hasil karya mahasiswa, LKTM (mungkin Lomba Karya Tingkat Mahasiswa ya?), dan parade seni.

Ada dua blok stand. Blok selatan stand mahasiswa dan blok utara stand SMK. Berbagai kampus dan SMK se-Jawa Timur yang memiliki karya prestasi hadir di situ, termasuk dari Madura. Saya dan istri pertama ke stand SMK. Ada banyak kreasi anak SMK dengan jurusan di masing-masing sekolah. Ada yang membuat kerajinan, lukisan, perhiasan 'mirip' emas, batik, tata boga, seni pertunjukan, budidaya pertanian, makanan, dan teknologi. Saya dan istri pun mencoba jahe anget karya SMKN 1 Malang yang memproduksi jahe anget, aloevera, rosella, dan nata de aloevera. Saya juga mencoba topeng karya SMKN 3 Blitar. Sedangkan di SMKN 7 Surabaya, saya menyaksikan 'helm charge HP' dan piranti penguat Wifi. Saya berpikir, jika anak-anak SMK ketika lulus mau berwiraswasta, maka mereka sudah memiliki modal keahlian. Bahkan, mereka juga sudah bisa merakit sepeda motor!

Setelah mengelilingi area stand, sampailah di stand yang kita ingin segera lihat. Stand mobil. Saya langsung saja ke arah 4 mobil yang diparkir di tengah area itu. Wow, keren juga. Mirip mobil Ford yang bertipe sport dan gagah sekali. Saya pun langsung ngobrol dengan guru yang kebetulan membimbing dalam pembuatan mobil itu. Ternyata mobil-mobil itu memang benar-benar buatan anak SMK, yaitu SMKN Singosari, Malang. Dirjen SMK memang sedang mengembangkan mobil di SMK dengan menjadikan beberapa SMK di Indonesia sebagai prototipenya, antara lain SMK di Malang, Solo, Semarang, dan Jakarta. Anak-anak SMK itu sudah bisa merakit (assembling), membuat body dan interior mobil. Dalam pelaksanaannya, anak-anak dibimbing oleh ahli yang didatangkan dari China. Kemampuan anak SMK itu tidak diragukan. Buktinya, mobil-mobil itu jadi dibuatnya. Selain itu, banyak anak-anak SMK yang sudah 'dipesan' perusahaan-perusahaan besar untuk bekerja di perusahaan tersebut. Luar biasa!

Merek mobil karya anak SMK itu diberi nama ESEMKA DIGDAYA. Yah, merek yang sangat Indonesia sekali, dan sepertinya 'menjual' juga. Harapannya mungkin mobil-mobil itu bakal digdaya di tanah air sebagai mobil nasional karya anak bangsa. Syukur-syukur bisa ekspor. Anak-anak akan menunjukkan kedigdayaan Indonesia di mata dunia. Keempat mobil itu adalah Esemka Digdaya 2.0 (hitam)dengan dua kabin tertutup, Digdaya 1.5i (merah) dengan dua kabin dan bagasi terbuka di belakang, Esemka Digdaya 2.01 (putih)dengan dua kabin tertutup, dan Digdaya 1.5i (hitam)dengan satu kabin dan bagasi terbuka di belakang. Di mobil terakhir inilah ada tanda tangan Pesiden SBY, Gubernur Jatim Soekarwo, Wakil Gubernur Jatim Gus Ipul, dan Polda Jatim yang lalu (Anton Bahrul Alam).

Saya pun tertarik melihat interior dan mencoba mobil itu. Saya diperbolehkan masuk dan duduk di dalamnya, tapi tidak bisa test drive karena sudah malam. Saya lihat dan rasakan enak juga interiornya. Rata-rata untuk membuat mobil itu menghabiskan lebih dari 100 juta rupiah. Banyak juga yah? Jika ada keseriusan dari pemerintah, kenapa mobil-mobil itu tidak dijadikan mobil nasional (mobnas) saja? Jika mobil karya anak SMK ini jadi mobil nasional, saya mau jadi pembeli pertamanya. Semoga. SMK, bisa!














06 November 2010

Bung Tomo; Tokoh Heroisme Indonesia


Sutomo lahir di kampung Blauran, Surabaya, Jawa Timur, tanggal 3 Oktober 1920. Ia lebih dikenal dengan sapaan akrab oleh rakyat sebagai Bung Tomo. Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, seorang kepala keluarga dari kelas menengah. Ia mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pendamping dekat Pangeran Diponegoro yang dikebumikan di Malang. Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura.

Sutomo dibesarkan di rumah yang sangat menghargai pendidikan. Ia berbicara dengan terus terang dan penuh semangat. Ia suka bekerja keras untuk memperbaiki keadaan. Pada usia 12 tahun, ketika ia terpaksa meninggalkan pendidikannya di MULO. Sutomo melakukan berbagai pekerjaan kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat itu. Belakangan ia menyelesaikan pendidikan HBS-nya lewat korespondensi, namun tidak pernah resmi lulus.

Sutomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Belakangan Sutomo menegaskan bahwa filsafat kepanduan, ditambah dengan kesadaran nasionalis yang diperolehnya dari kelompok ini dan dari kakeknya, merupakan pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya. Pada usia 17 tahun, ia menjadi terkenal ketika berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda. Sebelum pendudukan Jepang pada 1942, peringkat ini hanya dicapai oleh tiga orang Indonesia.

Sutomo pernah menjadi seorang jurnalis yang sukses. Kemudian ia bergabung dengan sejumlah kelompok politik dan sosial. Ia terpilih menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru pada 1944. Bung Tomo adalah pahlawan yang terkenal karena peranannya dalam membangkitkan semangat rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Belanda melalui tentara NICA, yang berakhir dengan pertempuran heroik di Surabaya tanggal 10 November 1945. Bung Tomo terutama sekali dikenang karena seruan-seruan pembukaannya di dalam siaran-siaran radionya yang penuh dengan emosi. Hingga kini peristiwa pertempuran 10 November itu diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Bung Tomo meninggal di Padang Arafah, Arab Saudi, 7 Oktober 1981 pada umur 61 tahun. Koleksi barang-barang pribadi yang bersejarah milik Bung Tomo disimpan di Museum Tugu Pahlawan Surabaya.

Museum 10 November Surabaya


Museum 10 November ini berada di kompleks Tugu Pahlawan Surabaya. Tepatnya di sebelah utara tugu. Jika kita masuk dari arah pintu utama di selatan, untuk menuju museum terus saja jalan ke utara melewati tugu. Kita akan melihat 3 atap bangunan berbentuk prisma segi empat atau tumpeng segi empat berjejer. Bangunan atap yang terbesar ada di tengah. Bentuk ketiga bangunan prisma tersebut tersusun dari 3 bagian yang bertingkat ke atas yang masing-masing berbentuk prisma juga. Bagian paling bawah terbesar, bagian tengah lebih kecil, dan puncaknya paling kecil. Dua tingkat paling atas terbuat dari susunan kaca. Banguna prisma inilah museum tersebut.

Letak museum ini cukup unik pula. Ketiga bangunan prisma itu tampak tertanam dan menyembul dari bawah tanah. Ya, memang museum ini lantai dasarnya dibuat turun di bawah tanah sehingga lantai dua dan atapnya tampak berada di permukaan tanah. Saat kita hendak masuk, batu berukuran besar nongkrong dengan gagahnya menghadang kita. Di batu itu tertulis: “Padamu generasi: Tanpa pertempuran Surabaya, sejarah bangsa dan Negara Indonesia akan menjadi lain.” Sebuah penegasan bahwa pertempuran Surabaya memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Pintu masuk museum turun ke bawah tanah. Di pintu masuk inilah pengunjung membeli tiket sebesar 1000 rupiah. Sangat murah, kan? Nah, di ruang pintu masuk terdapat prasasti peresmian museum. Ternyata Museum 10 November baru diresmikan 19 Februari 2000 oleh Presiden Abdurrahman Wahid alias Dus Dur. Padahal, museum sejarah ini dibangun mulai 10 November 1991 dan baru difungsikan pada 10 November 1998.

Memasuki museum, kita akan disuguhi diorama sepanjang jalan masuk yang turun ke bawah. Di tembok jalan masuk terpampang nama-nama pahlawan yang tertulis dalam lempeng tembaga. Sampai di lantai dasar, kita akan melihat foto-foto pertempuran 10 November di Surabaya. Terdapat pula diorama suasana arek-arek Suroboyo saat mendengarkan pidato heroik Bung Tomo di radio yang bersejarah itu. Tampak pula satu foto tokoh Surabaya bernama Cak Durasim yang memiliki parikan perjuangan: “Bekupon omahe doro, melu Nippon tambah soro” (Bekupon rumahnya burung dara, ikut Nippon tambah sengsara). Siapakah Cak Durasim? Dia seorang tokoh perjuangan Surabaya pada masa pendudukan Jepang yang berjuang melalui seni ludruk. Sebuah seni pertunjukan khas Surabaya atau Jawa Timur. Di tengah-tengah ruangan ada patung pertempuran arek-arek Suroboyo. Di dalam museum ini pula tampak oleh saya beberapa turis mancanegara. Entah dari negara mana, saya tidak sempat tanya.

Naik ke lantai 2, kita banyak disuguhi dengan diorama statis di ruang utama dan diorama dinamis yang berada masuk di ruang-ruang kamar. Di ruang utama banyak dipajang barang-barang pribadi milik Bung Tomo seperti bendera Iboe Tentara Pemberontakan Poesat Jawa Timur (tentu pemberontakan Bung Tomo terhadap penjajah), pisau belati dan senapan Bung Tomo, radio Bung Tomo, bahkan tulisan tangan Bung Tomo. Tulisan tangan dengan pensil ini tampak masih jelas sekali terbaca. Di sisi lain tampak berbagai macam senapan laras pendek dan laras panjang yang digunakan para pejuang. Senapan itu ada juga yang merupakan hasil rampasan dari penjajah. Ketika saya mencoba mengangkat, wah cukup berat juga. Di ruang diorama statis, kita akan menyaksikan diorama yang disertai suara musik dan pidato perjuangan serta lampu berwarna. Jadi lebih hidup suasana dioramanya. Selain itu, mulai 10 November 2010, rencananya mobil milik Bung Tomo yang selama ini ada pada anak Bung Tomo (Bambang Sulitomo) akan dihibahkan ke museum ini. Mobil sedan Opel model lama.

Setelah puas menikmati museum, kita bisa keluar melewati pintu keluar. Nah, di jalur keluar ada tempat yang menjual pernak-pernik Tugu Pahlawan dan kerajinan bertema Surabaya. Contohnya, kaos bergambar Tugu Pahlawan dan kota Surabaya, papan berlogo Suro-Boyo, replika kapal, dan sebagainya. Saya pun membeli papan berlogo kota Surabaya untuk di pajang di bifet rumah sebagai kenang-kenangan. Maklum, karena saya tinggal di Surabaya. Inilah foto-fotonya.











05 November 2010

Tugu Pahlawan Surabaya


Karena ini bulan November, maka tepat kiranya kita mengenang perjuangan pahlawan dalam berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Karena kebetulan saya sehari-hari hidup di Surabaya, maka saya pun ingin berbagi pengalaman tentang hal yang berkaitan dengan pahlawan di kota Surabaya. Tentang apa? Tentang Tugu Pahlawan, Museum 10 November, dan Bung Tomo. Tiga hal ini saya tulis menjadi 3 bagian sendiri-sendiri agar enak dibaca dan tidak terlalu panjang walaupun tugu dan museum itu dalam satu kompleks. Saya ingin berbagi pengalaman saat berkunjung ke kompleks Tugu Pahlawan di jantung kota Surabaya itu. Saya dan istri sengaja ke Tugu Pahlawan tanggal 2 Mei 2010 karena berhasrat mengetahui sejarah kepahlawanan Surabaya. Ya, tanggal itu bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional. Pasca upacara Hardiknas tingkat provinsi itulah saya menyusuri setiap sudut kompleks Tugu Pahlawan dan ruang-ruang Museum 10 November. Foto-foto dan catatan kunjungan saya ke Tugu Pahlawan ini sengaja saya simpan karena akan saya tampilkan bulan November ini. Ya lumayan lama, hampir setengah tahun.

Tugu Pahlawan terletak di pusat kota Surabaya. Tugu ini sebagai ikon kota Surabaya, selain patung Suro-Boyo (Ikan-Buaya) yang ada di depan KBS (Kebun Binatang Surabaya). Tugu setinggi 45 meter itu berada di sebelah barat kantor Gubernur Jatim. Kompleks Tugu Pahlawan letaknya di tengah-tengah empat jalan yang membentuk segi empat. Di sebelah timur adalah Jalan Pahlawan, sebelah selatan Jalan Tembaan, sebelah barat Jalan Bubutan, dan sebelah utara Jalan Kebon Rojo. Jika Anda tahu Tunjungan Plaza, maka cukup terus ke utara. Jadi, untuk mencari Tugu Pahlawan tidaklah sulit. Bahkan, ada juga situs www.tugupahlawan.com, tapi itu bukan situs resmi Tugu pahlawan, melainkan tempatnya para blogger Surabaya pada nyangkruk di dunia maya.

Jika Anda membawa kendaraan sendiri, maka sebelah selatan tugu adalah tempat parkirnya. Pintu utama Tugu Pahlawan ada di sebelah selatan, yaitu di Jalan Tembaan. Jika Anda jalan kaki atau memakai kendaraan umum bisa turun di sebelah barat atau timur tugu karena bisa masuk lewat pintu samping. Pintu samping ini tidak bisa dilewati kendaraan. Jika Anda turun di sebelah utara tugu, Anda akan berjalan kira-kira 300-an meter ke selatan karena sebelah utara tugu adalah kompleks perkantoran dan tidak ada pintu masuk dari sana.

Setelah memasuki gerbang kompleks tugu, langsung kita saksikan diorama perjuangan di tembok yang menghadap selatan. Di tengah tengah arah masuk tugu, ada patung Sukarno-Hatta yang cukup besar dan tinggi. Di pondasi kedua patung itu sebuah pesan dari Bung Karno tertulis di tembaga: “Pahlawan sedjati tidak minta dipudja djasanja. Bunga mawar tidak mempropagandakan harumnja, tapi harumnja dengan sendiri semerbak ke kanan-kiri. Tetapi, hanja bangsa jang tahu menghargai pahlawan-pahlawannja, dapat menjadi bangsa jang besar. Karena itu, hargailah pahlawan-pahlawan kita! Merdeka! Soekarno. Djokjakarta, 10 Nop. ’49.” Sebuah pesang agung dari Bapak Pendiri Bangsa. Tak hanya itu. Di belakang patung terdapat 10 pilar yang digambarkan bekas bangunan dengan formasi terpisah 3-4-3 pilar. Di pilar-pilar itulah terdapat coretan perjuangan seperti: “Rawe-rawe rantas, malang-malang poetoeng”, “Freedom forever”, “Merdeka!” dan sebagainya.

Setelah melewati patung Sukarno-Hatta,kita akan langsung melihat lapangan luas kira-kira seukuran lapangan bola lebih luas sedikit. Rumput hijau menghiasai lapangan yang biasa dipakai untuk upacara dengan taman bunga mengelilinginya. Tampak bersih dan asri di tengah keriuhan jalanan kota Surabaya. Nah, di tengah-tangah itulah berdiri kokoh Tugu Pahlawan, sekokoh semangat perjuangan arek-arek Suroboyo. Untuk mengenang perjuangan arek-arek Suroboyo melawan penjajah Belanda bersama Sekutu pada 10 November 1945 itulah tugu monumen tersebut dibangun sekaligus ditetapkan tanggalnya sebagai Hari Pahlawan.

Bentuk Tugu pahlawan cukup unik. Mirip pensil yang terbalik dengan pokok yang besar dan mengecil ke atas. Di bagian puncaknya lancip persisi seperti bagian pensil yang diasah. Sisinya ada 10 bidang dengan cat putih yang membalutnya. Di bagian antara batang dan puncak yang lancip ada bagian yang bercat kuning emas menyerupai bingkai. Jika kita di bawahnya persis dan mendongak ke atas, tentu tampak tinggi seklai dan kita tampak sangat pendek dibuatnya. Nah, inilah foto-fotonya. Selamat menikmati.







29 Oktober 2010

Mbah Marijan; Semelekete Gunung Merapi


Saya belum pernah bertemu dengannya. Belum juga pernah mendaki Merapi. Saya baru pernah mendaki Lawu. Dan sejak itu saya sudah tak ingin lagi mendaki, walaupun rumah tempat lahir dan masa kecil saya di pegunungan. Piki rsaya, buat apa capek-capek naik gunung, tapi kalau sudah sampai puncak malah turun lagi. Buat apa naik kalau untuk turun? Begitu persepsi saya. Tapi karena gunung itulah saya mengenalnya.

Saya belum pernah melihat biodata dia sebelumnya. Karena saya pikir, dia masih hidup. Karena masih hidup itulah, dia bagi saya masih belum seberkesan setelah tiada. Kadang saya kurang tertarik melihat biodata orang yang masih hidup walaupun terkenal. Tapi sejak meninggalnya, hati saya berontak ingin sekali melihat biodatanya. Di mana? Di Wikipedia. Ternyata ada, bahkan di Wikipedia bahasa Inggris. Dan Wikipedia-nya pun update, sehari setelah meninggalnya. Di Wikipedia ditulis Mbah Marijan meninggal tanggal 26 Oktober 2010 terkena awan panas Merapi.

Ya, dialah Mbah Marijan. Juru kunci Merapi yang fenomenal. Dia bukan pejabat, tapi mengajarkan kita arti tanggung jawab. Dia bukan panglima TNI, tapi mengajarkan kita keberanian dan keteguhan sikap. Dia bukan kyai, tapi mengajarkan kita tentang kepasrahan tolah pada Ilahi. Dia bukan hartawan, tapi royalty iklannya untuk para tetangga. Dia bukan si miskin, tapi si kaya jiwa. Dia bukan motivator, tapi telah menginspirasi dan menggerakkan banyak orang. Dia bukan artis, tapi terkenal dan tak haus popularitas. Dia bukan pasukan berani mati, tapi telah membuktikan mati demi kesetiaan tugas. Dia bukan pemuda berotot kekar, tapi si tua bersemangat baja. Dia bukan wakil rakyat, tapi benar-benar mewakili jiwa masyarakatnya. Dia bukan presiden, tapi benar-benar berkarakter pemimpin dan dicintai rakyat. Dia tak minta simpati, tapi telah menarik empati. Sekali lagi, dia bukan siapa-siapa. Dia benar-benar Mbah Marijan 100%! Yang asli, tanpa kepentingan populis, bisnis, apalagi politis.

Dialah Raden Ngabehi Surakso Hargo atau Penewu Surakso Hargo dan kita kenal dengan Mbah Maridjan. Dialah pemegang amanah juru kunci Merapi dari Sri Sultan Hamengkubuwana IX sejak 1982.
Dilahirkan di tanah Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta tahun 1927. Di tanah itu pula tangal 26 Oktober 2010 kembali pada-Nya dengan bersujud saat wedhus gembel menjemputnya. Semua kehilangan, tapi bangga! Kita punya Mbah Marijan.

Untuk mengenangnya, inilah lagu Mbah Marijan dari Cak Dikin.

Mbah Marijan

Oleh: Cak Dikin

Siapa yang tidak mengenalnya
Seorang lelaki suku Jawa
Penakluk gunung yang berbahaya
Urung meletus karena doanya

Dikenal tak hanya Indonesia
Juga dikenal mancanegara
Lelaki yang perkasa
Lugu dan bersahaja

Mbah Marijan itu namanya
Mbah Marijan tokoh pemberani
Mbah Marijan tokoh disegani
Sebagai juru kunci
Banyak yang menjuluki
Semelekete Gunung Merapi

[2x:]
Mbah Marijan… (Rosa! Rosa!)
Mbah Marijan… (Rosa! Rosa!)
Mbah Marijan pancen rosa

Surabaya, 29 Oktober 2010
Ratman Boomen

28 Oktober 2010

Mental Kere!


Saya benar-benar tidak suka dengan yang satu ini: mental kere! Kere (bahasa Jawa) di sini yang dimaksud adalah miskin. Saya juga tidak mau dibilang, apalagi masuk anggota pengidap mental kere. Saya pun sebenarnya tidak tahu apa definisi final mental kere, karena memang tidak ada definisi finalnya. Jangankan kamus, di daftar istilah saja mungkin tidak banyak ditemukan. Namun, bukan karena tidak ada definisi final itulah, saya lalu tak bisa merasakan dan mendefinisikan dengan definisi saya. Justru sebaliknya, saya bisa mendefinisikan “mental kere” dengan pengalaman empiris yang saya hadapi. Tentu subyektif. Anda pun bisa berbeda dengan saya dan mendebat karenanya.

Siapa yang mau dibilang kere? Tidak ada, bahkan yang faktanya kere (secara materi) sekalipun. Apalagi yang benar-benar tidak kere. Jika kere dalam hal materi saja tidak ada orang yang mau, tapi nyatanya ada juga yang mengidap mental kere tanpa mau tahu. Jika kere dengan tak punya banyak uang, itu bisa banyak orang memahami dan menerima. Tapi, mental kere banyak orang tak memahami sehingga ia “menerima” (lebih tepatnya mengidap). Jika kere duit itu material (fisik), maka mental kere adalah immaterial (psikis), lebih ke karakter dan cara berpikir. Jika kere duit bisa diubah dengan kerja keras, maka mental kere tak mudah dikikis walaupun dengan rupiah yang melimpah.

Lalu, apa sih mental kere itu? Menurut saya, mental kere itu ada dua. Pertama, orang yang sebenarnya tidak kere secara materi, tapi mentalnya benar-benar kere. Mental kere jenis ini adalah manifestasi dari kerakusan dan kepelitan. Contohnya, orang kaya atau berkecukupan yang masih suka korupsi dan menjarah uang yang bukan haknya. Atau, orang kaya yang tidak mau menegeluarkan uangnya untuk membantu sesama dan hanya menumpuk-numpuknya. Kedua, orang yang kere secara materi, tapi tidak mau (susah) untuk mengubah diri dari kekereannya itu. Mental kere jenis ini adalah manifestasi kebodohan dan kelemahan. Bodoh dan lemah dalam motivasi hidup dan semangat perubahan. Walaupun ada banyak kesempatan mengubah kekereannya, tapi kesempatan itu tak diambilnya. Kalaupun dimotivasi untuk berubah, dia malas dan tak mau berusaha keras.

Dua jenis mental kere ini ada di dunia nyata kita. Kalau jenis mental kere yang pertama, kita sudah banyak tahu. Nah, jenis mental kere kedua inilah yang sempat saya temui sendiri. Ini yang sempat membuat saya mangkel, walaupun jenis mental kere pertama juga tidak kalah membuat anyel. Inilah pengalaman saya dengan mental kere kedua ini. Suatu saat, ada seorang pemuda di kampung lulusan SMA yang kerjanya tidak jelas. Bisa dibilang menganggur. Lantas ada informasi lowongan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ke Korea. Untuk bisa ikut TKI ini harus membayar 8 juta ke lembaga yang katanya mengurusnya. Pemuda itu tergoda dengan gaji yang katanya belasan juta jika dikurskaan ke rupiah itu. Dia ingin instan mengubah hidupnya. Maka, pemuda itu pun tergiur dan membayar 8 juta walaupun harus menyusahkan orangtuanya. Orangtuanya harus berhutang pada saudaranya untuk kepentingan itu. Akhirnya setelah beberapa waktu, pemuda inipun ikut ke pelatihan TKI. Namun, sampe beberapa bulan tak jadi berangkat ke Korea. Bahkan hingga dua tahun tidak berangkat-berangkat. Harapan tinggal harapan. Uang tak bisa kembali dan lembaga yang mengurus TKI itupun tidak jelas juntrungnya. Kesimpulan saya: dia ditipu!

Setelah dua tahun ditipu soal TKI itu, pemuda ini dikabari kakaknya. Di kota kakaknya ada lowongan kerja milik teman kakaknya itu. Bahkan, teman kakaknya minta dicarikan orang untuk menghandle pekerjaan itu. Lowongan kerja ini bisa dijamin kebenarannya dan tanpa dipungut biaya serupiah pun. Lowongan kerja ini butuh segera diisi karena memang benar-benar butuh orang. Ketika ditelpon oleh kakaknya, si pemuda itu tidak mau karena alasan yang sangat sepele: sedang membantu memperbaiki dapur rumah. Padahal orangtuanya sudah menyuruh dia untuk pergi mengisi kesempatan kerja itu. Kecewalah sang kakak dengan si pemuda itu. Kesempatan mengubah diri yang sudah jelas, malah ditolaknya. Sedangkan penipuan TKI 8 juta dia mau. Tidak hanya itu. Kakaknya sudah berkali-kali memberikan motivasi dan bantuan pekerjaan untuk dia, tapi selalu saja tidak mau dengan berbagai alasan yang sebenarnya konyol dan bodoh.

Setelah kejadian kedua itu. Tak lama si pemuda mendapat kabar dari tetangganya bahwa ada lowongan pekerjaan sebuah perusahaan otomotif di Jakarta. Tapi, untuk masuk lowongan kerja itu harus bayar 3 juta. Informasi lowongan kerja ini pun tidak jelas dan tak bisa dipertanggungjawabkan. Pemuda itu pun sepertinya tergoda dengan lowongan pekerjaan abal-abal itu. “Dasar mental kere,” begitu mungkin batin kakaknya. Jika pemuda-pemuda bermental kere seperti ini, maka bahaya mengancam Indonesia. []

02 Oktober 2010

Ngangsu Kawruh dari Richard Branson


Sekitar beberapa malam yang lalu saya hampir tidak sengaja melihat tayangan BNI Inspire Lecture 2010 (27 September) di Metro TV. Saya sebut “hampir” karena kalau tidak kebetulan saya lihat saat itu dan acaranya menurut saya tidak bagus, saya tak akan menontonnya. Bagi saya bukan “acara” itu yang membuat saya tertarik, tapi “tokoh” yang dihadirkan dalam acara tersebut. Sebelumnya diberitakan Richard Branson yang datang mengisi agenda BNI itu dengan naik andong. Naik andong inilah yang memantik saya, pasti orangnya “aneh” bin nyentrik. Siapa Richard Branson? Saya waktu itu juga tidak begitu tahu. Dan saya yakin dia pasti tidak tahu saya. Richard pun tentu tak penting saya tahu dia. Namun demikian, nama dan wajahnya terasa tak asing di benak ini. Magnet yang menarik saya jadi menonton tayangan itu adalah karena Si Richard disebut “pengusaha legendaris Inggris” yang memiliki 250-an perusahaan Virgin Company. Edan, to? Otak saya langsung berpikir, pasti inspiring benar orang ini. Saya pun lalu ingin menontonnya. Seperti apa sih dia?

Benar saja, pengusaha nyentrik dengan rambut pirang gondrong itu memang inspiring. Gila, edan, asem tenan, ucap saya berkali-kali saat mengikuti obrolannya dengan Ira Kusno, sang pembawa acara, dan penanya saat itu. Istri saya yang sedang di depan komputer kamar sebelah jadi tertarik ikut-ikutan nonton dari kejauhan dan minta volume televisinya dikeraskan. Ide-ide out of the box dan inspiring meluncur dengan gaya santainya dari pria yang “tidak selesai” sekolah dengan predikat nilai berhitung dan membaca rendah. Edan meneh, to? Gelak tawa pun membuat suasana makin renyah.

Ada hal unik di awal pembicaraannya yang membuat saya kaget, kagum, dan ngekek-ngekek. Ketika itu Richard ditanya oleh Ira Kusno, “Sir, kenapa Anda memakai baju batik?” Apa kira-kira jawabannya? “Menurut saya, ekspor terburuk Inggris ke Asia adalah setelan jas dan dasi. Kenapa orang Asia malah pakai jas dan dasi, seperti seragam sekolah di Jepang itu?” Jawabannya sungguh edan. Benar-benar di luar dugaan saya, mungkin juga di luar dugaan Anda. Dan pastinya, di luar dugaan orang Inggris sekalipun. Ratu Inggris pun sepertinya tak berani mengucapkan jawaban demikian. Hahahaha….. Saya lihat, orang-orang bule yang mungkin dari Inggris di acara itu tersenyum kecut, mungkin agak tersinggung. “Batik itu lebih bagus. Batik punya nilai individualitas yang tak dimiliki jas dan dasi,” imbuhnya. Apa kira-kira maksud “individualitas” yang dimaksud Richard? Menurut saya sih mungkin nilai “unik budaya asli” yang dimiliki Indonesia.

Hal lain yang menarik saat ditanya Hermawan Kertajaya, pakar marketing dari Surabaya itu. “Anda tak lulus sekolah. Anda juga bukan dari golongan bangsawan. Tapi, dengan menjadi pengusaha sukses, Anda mendapat gelar Doktor honoris causa dan gelar “Sir” dari Ratu Inggris. Dengan demikian, untuk menjadi orang sukses tak harus pendidikannya tinggi dan dari bangsawan. Apakah Anda setuju?” tanya Hermawan. Richard menjawab sambil senyum-senyum. “Hehehe… Iya juga, tapi kuliah juga lebih baik.”

Obrolan yang tidak terlalu lama itu, karena Richard akan segera terbang ke New York, memiliki banyak catatan yang bisa saya ambil. Apa saja? Berikut ini catatan saya yang mungkin bisa bermanfaat bagi Anda, mungkin juga tidak, yang pasti bermanfaat bagi saya.

Berpikir di Luar Biasa (Think Out Of the Box)
Ini sama dengan untuk tidak seperti pepatah lokal kita, “katak dalam tempurung”. Berpikir di luar “yang biasa” saya catat dari ide-ide bisnis yang telah direalisasikannya. Tidak sekadar ide, tapi benar-benar telah diwujudkannya. Siapa yang berpikir bahwa orang bisa menikmati wisata angkasa? Tidak hanya wisata pantai, gunung, air terjun atau lainnya. Tapi, meraih yang mungkin orang memikirkannya pun seolah mustahil. Richard punya ide dan membuat kenyataan dengan salah satu perusahaannya: Virgin Galactic.

Jadilah Berbeda dan Terbaik (Be Different and the Best)

Menjadi berbeda dengan lebih baik, begitu kira-kira yang saya catat saat Richard menjawab seorang penanya. Jika ingin menjadi unggulan, jadilah berbeda dengan kualitas yang lebih baik, bahkan terbaik. Richard mencontohkan, jika ada perusahaan A, B, dan C memiliki produk X yang biasa-biasa, maka jadilah perusahaan lain dengan produk X terbaik yang berbeda dari perusahaan yang sudah ada itu. Buatlah kualitas unggulan yang tidak dimiliki perusahaan yang telah ada. Kualitas unggulan itulah yang akan dicari orang. Beranilah jadi saingan, katanya.

Jadilah Keluarga (Be a Family)
Kalau saya tidak salah, saat menjawab pertanyaan dari Menteri Perdagangan Mari Ela pangestu, Richard melontarkan prinsip “menjadi keluarga”. Ia bercerita bagaimana sikap dan pandangannya terhadap perusahaan serta karyawannya. Perusahaan itu adalah orang-orangnya. Oleh karenanya, Richard menjadikan karyawan sebagai bagian dari keluarganya. Bukan sebagai jongos dan “orang lain” yang harus ditekan dan wajib patuh tanpa reserve dengan pimpinan. Karena jongos, maka dianggap tak akan ada ide brilian darinya, tak diberi ruang ekspresi, juga tak boleh bereksperimen apapun a. Karena dianggap orang lain, maka tak perlu lebih dekat secara pemikiran dan psikologis dengannya. Aku bos, kamu jongos! Jika pimpinan perusahaan menjadi raja diktator macam itu, karyawan yang dari sononya brilian pun akan jumud dan tak pernah berkembang. Maka, jangan salahkan jika si karyawan jadi “pemberontak” dan akhirnya desertir.

Dekat dan Menggali Ide dari Bawah (Near and from Buttom Up)
Karena Richard menganggap orang-orang yang bekerja bersamanya adalah keluarganya, maka kedekatan pasti terbangun. Psikologis, pemikiran, ide, visi dan misi perusahaan akan terbangun sinergi antara pimpinan dan legium karyawan. Karena dekat itulah sehingga tak ada jurang (barrier) yang secara psikologis, bahkan teknis membelenggu dan mengganggu. Karyawan adalah partner yang berhak mengungkapkan ide-ide dan keluhannya secara bebas untuk kemudian menjadi pertimbangan serius. Bahkan, bisa jadi ide brilian yang mewujud dan solusi sebuah persoalan yang sedang melilit. Ide brilian dan solusi jitu tak selalu muncul dari bos, bisa juga dari “jongos”. Bagaimana kedekatan Richard dengan karyawan dan cara mengali ide dari bawah?

Saya terkagum-kagum dengan cara Richard menggali ide dan mendekati karyawan. Dia memberikan contoh apa yang telah dilakukannya. Richard yang ingin membangun maskapai penerbangan terbaik di Inggris, ia menjelajahi semua rute penerbangan yang ada. Sambil membawa notebook, pengusaha yang berangkat dari membuat majalah ini duduk di kursi yang membuatnya nyaman di pesawat. Di setiap penerbangan itulah Richard ngobrol dan bertanya dengan para penumpang, peragawati, teknisi, dan pilot. Berbagai ide, keluhan, juga harapan tentang maskapai penerbangan Richard catat di buku catatannya itu.

Jika Richard melakukan hingga sampai demikian, pastilah dia begitu memperhatikan saat ngobrol dengan mereka itu. Tidak seperti banyak bos yang jika karyawannya mengungkapkan ide , keluhan atau harapannya, dia malah ngobrol sendiri atau pura-pura memperhatikan. Bahkan, ada juga boas yang dating dan mau ngobrol dengan karyawannya pun tidak. Hasil ngobrol itu tentu tak sekadar dicatat Richard, tapi diformulasikan dalam satu masterplan yang akan diwujudkan. Tidak seperti banyak bos lain, masukan dari karyawan hanya menjadi bekas catatan notulensi rapat dan tak pernah jadi kenyataan. Dari kegiatan ngobrol dan keliling turun ke bawah itulah dalam dua tahun maskapai penerbangan Richard mampu menjadi yang terbaik.

Itulah catatan saya, mungkin Anda yang juga menontonnya punya catatan lebih banyak dan lebih baik dari saya. Ada kesimpulan saya yang lain, ternyata pengusaha-pengusaha sukses itu: tidak biasa, berbeda, berpikir simple, solutif, berani (kalau tidak dibilang nekad), kritis, humoris, dan humanis. []

Surabaya, 2 Oktober 2010
Ratman Boomen
ratmanboomen@gmail.com

29 September 2010

Buku Seruling Diplomat


Sekitar sepekan setelah lebaran 2010 kemarin, tepatnya tanggal 20 September 2010, saya menemani penulis buku Tetralogi Rusia, M. Aji Surya untuk launching dan bedah buku ke-3-nya yaitu buku Seruling Diplomat (Jaring Pena, 2010), di almamaternya Pondok Gontor Ponorogo. Dia datang dari Rusia jauh-jauh untuk berbagi pengalamannya menjelajah dunia.

Setelah sukses dengan kedua bukunya Vodka, Cinta dan Bunga (VCB) dan Moskow-Petersburg-Vladivostok (MPV), M. Aji Surya berkisah tentang nilai-nilai lokal dan universal dengan menyajikan buku ke tiganya, yaitu Seruling Diplomat (SD). Karya ketiga dari Sang Diplomat berbakat ini merupakan buku ke-3 dari Tetralogi Rusia yang ia impikan. Bisa dibilang, buku Seruling Diplomat sebagai lanjutan dari buku VCB dan MPV dengan bidikan yang berbeda, yaitu tentang renungannya atas berbagai hal di negeri-negeri di pelosok dunia. Lebih tepatnya tentang “kearifan sosial dunia”. Sebagai seorang diplomat Indonesia di Rusia, M. Aji Surya menuliskan karyanya berdasarkan pengalamannya menjelajah negera-negara yang didatanginya, bahkan ditempatinya itu.

Buku ini menyajikan berbagai kisah penuh kearifan dan renungan dengan bahasa yang menyegarkan juga jenaka. Berbagai nilai-nilai kearifan sosial universal yang mungkin tak pernah terbayangkan oleh kita, membuat kita terhenyak. Lihat saja berbagai judul menariknya, seperti Melukis Kehidupan Keluar dari Kemapanan yang mengajak kita agar berpikir keluar dari kemapanan (think out of the box), Bule dalam Karung, Neokolonialisme Hape, Nyantri di Rusia, Simfoni Jalanan di kairo, Dialektika Perkawinan Siti Nurbaya, Senyum dan Poligami, dan lainnya. Membaca Seruling Diplomat, Anda akan terbawa keliling dunia dan menemukan berbagai nilai-nilai yang sangat bermanfaat juga menginspirasi. []



30 Agustus 2010

Buku Baru: Membonsai Hipertensi

Ini memang sudah sekitar sebulan yang lalu, tapi kiranya tetap masih bermanfaat. Tepatnya pada tanggal 4 Juli 2010 bertempat di Gramedia Expo Surabaya, telah dilaunch buku "Membonsai Hipertensi". Buku kedua karya dokter ahli Ginjal Dr. dr. Djoko Santoso, Sp.PD, KGH, Ph.D ini sangat penting dan menarik dibedah. Suasana riang dan jenaka karena dipandu oleh seorang dokter yang seniman, menjadikan peserta tambah gayeng menikmati acara. Pesertanya pun datang tak hanya dari Surabaya, tapi juga dari daerah sekitar Jatim, seperti Sidoarjo, Mojokerto, bahkan Pacitan.

Kebetulan saja saya disuruh menjadi salah satu penelis, bersama Dr. Djoko sebagai penulis dan Direktur Lab. Klinik Parahita. Buku yang membedah hipertensi dari A-Z ini sangat enak dibaca dan dipahami. Menguraikan hipertensi mualai dari definisi, gejala, akibat bahayanya, komplikasinya, pengobatannya, hingga operasi dan perawatannya. Semua dijelaskan dalam buku terbitan Jaring Pena (2010) yang tidak terlalu tebal ini. Buku ini wajib dibaca oleh penderita hipertensi maupun orang yang ingin terhindar dari hipertensi. Selama acara, peserta tampak sangat antusias, terbukti dari banyaknya penanya. Tak hanya bertanya, penanya pun mendapat hadiah. Mantap, bukan? Berikaut ini foto-fotonya.





alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5511131506933308178" />