Selamat Datang di Blog Ratman Boomen. Semoga Anda Mendapat Manfaat. Jangan Lupa Beri Komentar atau Isi Buku Tamu. Terima Kasih atas Kunjungan Anda.

Halaman

28 Desember 2008

Syarat-syarat Taubat


Syarat-syarat Taubat


Taubat kepada Allah termasuk salah satu kebaikan yang agung, karena taubat menghilangkan penghalang yang memisahkan antara hamba dan Tuhannya. Penghalang yang berada di dalam jiwa itu merupakan syahwat dan kegemaran jiwa. Sedangkan taubat mengisi jiwa dengan harapan dan mengantarkan hati menuju sumber cahaya. Taubat yang benar tidak akan terwujud hingga syarat-syaratnya yang menunjukkan kejujuran orang yang bertaubat terpenuhi.

Para ulama berkata: "Taubat dari dosa, wajib hukumnya." Jika maksiat antara hamba dan Allah tidak berkaitan dengan hak-hak adami (manusia), maka taubat memiliki tiga syarat, yaitu:

  1. Hendaknya orang yang bertaubat melepaskan diri dari berbuat maksiat.
  2. Hendaknya dia menyesal karena melakukan maksiat.
  3. Hendaknya dia beritikad kuat untuk tidak kembali pada kemaksiatan untuk selamanya.
  4. Jika salah satu syarat tersebut tidak dipenuhi, maka taubatnya tidak sah.

Jika maksiat tersebut berkaitan dengan hak-hak adami, maka taubat yang sah memiliki tiga syarat, yaitu:

  1. Hendaknya dia membebaskan dirinya dan mengembalikan hak kepada saudaranya, jika itu berupa harta atau sejenisnya.
  2. Jika kesalahan itu berupa had, qadzaf atau sejenisnya, maka dia harus membayarnya atau meminta maaf.
  3. Jika kesalahan itu berupa ghîbah, maka hendaknya dia meminta maaf kepada orang yang dia ghîbah.

Hendaknya orang yang berbuat dosa meminta ampun atas segala dosanya. Jika dia hanya meminta ampun sebagian dosanya, maka menurut ulama taubatnya sah atas dosa tersebut, sedangkan dosa lainya masih belum terampuni.15 Allah tidak menerima amal kecuali amal yang disertai dengan keikhlasan dan pengarapan akan ridha-Nya, sesuai dengan perintah-Nya dengan mengikuti ajaran Rasul saw. Hendaknya amal itu disertai rasa ikhlas semata-mata karena Allah dan kejujuran, artinya sebagaimana tuntunan sunnah. Kadang-kadang ada amal yang benar tetapi tidak disertai dengan keikhlasan, sehingga amal tersebut tidak diterima. Kadang-kadang ada juga amal yang disertai dengan rasa ikhlas tetapi tidak benar, maka amal tersebut tidak diterima juga. Di antara doa Umar bin Khattab r.a. adalah: "Ya Allah, jadikanlah amalku semuanya amal yang saleh, jadikanlah amalku ikhlas semata-mata karena Engkau, jangan Engkau jadikan bagi seseorang sedikit pun bagian dari amalku."

Pembaca yang budiman, setelah kita mengenal syarat-syarat taubat hendaknya kita juga mengetahui tanda-tanda diterimanya taubat sebagaimana dituturkan oleh Syeikh Muhamad bin Utsaimin –rahimahullâh:

  1. Lapang dan tenangnya hati.
  2. Mudah untuk taat.
  3. Cinta kebaikan dan benci kejelekan.

Pembaca yang budiman, sesungguhnya jiwa yang sibuk dengan lezatnya maksiat sangat sedikit keinginannya untuk berbuat baik. Maka, hendaknya hamba yang ingin bertaubat bersungguh-sungguh dalam melepaskan akar-akar kebatilan dalam hatinya, hingga hatinya menjadi bersih dan bening terpancar darinya amal-amal baik dengan niat yang lurus karena Allah. Jika maksiat itu berupa melakukan tindakan yang dilarang, maka hendaknya dia meninggalkannya seketika itu juga. Jika maksiat itu berupa meninggalkan perintah yang diwajibkan, maka hendaknya dia melaksanakannya seketika itu juga. Jika maksiat itu berhubungan dengan hak-hak adami, maka hendaknya dia segera menunaikannya kepada orang yang berhak atau memintanya untuk merelakannya.

Taubat dapat dikatakan benar jika hamba menyesal dan bersedih atas kemaksiatan yang dia lakukan dengan disertai keinginan untuk kembali kepada Allah. Oleh karenanya, tidaklah disebut hamba yang bertaubat, seseorang yang berbicara tentang kemaksiatan yang pernah dia lakukan dengan menunjukkan rasa bangga. Bahkan, tindakan seperti ini termasuk terang-terangan dan berbangga diri dalam berbuat dosa (al-mujâharah) yang pernah disinggung oleh Rasul saw. dalam hadits: "Setiap umatku dimaafkan kecuali orang-orang yang terang-terangan dan bangga berbuat dosa." (Diriwayatkan oleh al-Bukhari)16

Orang yang bertaubat adalah orang yang bertaubat dari dosa. Dia berpesan kepada dirinya agar tidak kembali melakukan dosa pada masa yang akan datang. Maksud dari itu semua adalah untuk menyesali apa yang telah lampau dan memperbaiki apa yang akan datang dan senantiasa taat kepada Allah serta meninggalkan maksiat hingga akhir hayat. Ketika hamba sampai pada derajat keinginan yang kuat, maka dia tidak akan merusak taubatnya kepada Allah untuk kali yang kedua ketika dia menyesal dan bersegera untuk bertaubat. Rasul saw. bersabda: "Seorang hamba berbuat dosa, dia berkata: 'Ya Allah ampunilah dosaku!' Maka, Allah berkata: 'Hambaku berbuat dosa, dia tahu bahwa dia memiliki Tuhan Yang mengampuni dan mengambil dosa.' Kemudian, dia kembali berbuat dosa dan berkata: 'Ya Tuhan ampunilah dosaku!' Allah berkata: 'Hambaku berbuat dosa, dia tahu bahwa dia memiliki Tuhan Yang mengampuni dan mengambil dosa.' Kemudian, dia kembali berbuat dosa dan berkata: 'Ya Tuhan ampunilah dosaku!' Allah berkata: 'Hambaku berbuat dosa, dia tahu bahwa dia memiliki Tuhan Yang mengampuni dan mengambil dosa. Berbuatlah sesuai yang kamu inginkan, Aku telah ampuni dosamu.'" (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)

Makna "Aku telah mengampunimu" adalah "selama kamu berbuat dosa kemudian bertaubat, Aku akan mengampunimu." Dengan ini tampak jelas bahwa taubat merupakan kesatuan yang integral, yang mana semua karakteristiknya bisa hilang jika hilang salah satu bagiannya. Seperti kapal yang hilang semua karakteristiknya jika hilang salah satu unsurnya. Barangsiapa memenuhi satu syarat dan melalaikan syarat yang lain, maka taubatnya tidak diterima selama syarat-syarat lainnya belum terpenuhi. []

________________
15 Diambil dari pendapat Imam an-Nawawi –rahimahullâh.
16 Lihat Dr. Shalih Ghanim as-Sadlan, At-Taubah ilâ Allâh, Dar Balansiyah, Riyadh, cet. IV, 1418 H, hlm. 22.

Keutamaan Taubat

Keutamaan Taubat14


Pembaca yang budiman, sesungguhnya keutamaan taubat sangat besar di sisi Allah. Pahala taubat sangat mulia. Taubat menghapus kesalahan dan dosa yang telah lalu, mengangkat derajat pelakunya, serta menjadi jalan untuk mencapai ridha dan cinta Allah. Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 222:

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (Q.S. al-Baqarah : 222)

Diriwayatkan dari Abu Nujaid Amran bin al-Hashin al-Khuza’i r.a.: Sesungguhnya seorang wanita dari Juhainah mendatangi Rasulullah saw. dan dia dalam keadaan hamil karena zina. Dia berkata: "Wahai Rasulullah, aku telah melanggar had, maka tunaikan hukumannya atas diriku!" Nabi saw. memanggil wali dari wanita tersebut dan berkata: "Perlakukan dia dengan baik, dan jika dia telah melahirkan datanglah kepadaku!" Dia melaksanakannya. Kemudian, Rasulullah memerintahkan wanita tersebut untuk merapatkan pakaiannya dan memerintahkannya untuk dirajam. Kemudian Rasul menshalatinya. Umar berkata kepada Rasul: "Wahai Rasulullah, engkau menshalatinya, sedangkan dia telah melakuakan zina?" Rasul menjawab: "Dia telah bertaubat dengan sungguh-sungguh. Jika taubatnya dibagi kepada tujuh puluh penduduk Madinah, maka akan cukup bagi mereka. Apakah kau menemukan orang yang lebih mulia dari orang yang membersihkan dirinya untuk Allah ‘azza wa jalla?" (Diriwayatkan oleh Muslim)

Dari hadis ini kita dapatkan betapa luhurnya kedudukan taubat di sisi Allah. Jika bukan karena taubat, Rasulullah tidak akan menshalati wanita itu dan memberitahukan bahwa taubatnya terbagi untuk tujuh puluh penduduk Madinah. Renungilah dosa dan kesalahan apa yang telah engkau lakukan. Renungilah dosa dan keburukan yang telah diperbuat oleh tangan, kaki, telinga, dan matamu. Laksanakanlah taubat nasuha untuk dosa-dosamu itu. Koreksi dirimu sekarang, karena sesungguhnya itu lebih ringan daripada engkau mengoreksinya di hari yang akan datang. Allah berfrman dalam surat al-Hasyr ayat 18:

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S. al-Hasyr : 18)

Jadi, bertaubatlah sebelum ajal menjemput dan mulut terkunci. Bertaubatlah dengan segera. Karena, sesungguhnya taubat adalah harta karun bagi orang yang mau kembali.

Umar bin Khattab r.a. berkata: "Koreksilah diri kalian sebelum kalian dikoreksi. Hiasilah diri kalian sebelum kalian dihiasi. Karena, hal itu lebih mudah bagi kalian untuk mengoreksi diri di hari esok jika kalian mengoreksinya sekarang. Berhiaslah dengan amal yang berharga. Pada suatu hari kalian akan ditunjukkan (amal perbuatan kalian) dan tidak ada yang terlupakan dari dirimu amal yang tersembunyi."
_____

14 Lihat At-Taubah: Haqîqatuhâ Tsimâruhâ, Dar Ibn Khuzaimah, Riyadh, 1421 H / 2000 M, cet. I, hlm. 10.

Hakekat Taubat

Hakekat Taubat


Ingatlah wahai hamba Allah, sesungguhnya dosa adalah penyebab hancur dan meruginya hamba. Akibat dari dosa di dunia sangat jelas, seperti bimbang, bingung, sempit, kegoncangan dalam hidup, siksa, dan laknat dari Allah. Taubat adalah perasaan hati untuk menyesali atas apa yang telah terjadi. Menghadap kepada Allah, meninggalkan dosa, dan melakukan amal saleh dapat mewujudkan taubat yang sebenarnya. Taubat adalah aktivitas hati yang meliputi kemauan hamba untuk menghadap dan kembali kepada Tuhannya, serta selalu mentaati-Nya.

Barangsiapa meninggalkan dosa hanya sekedar meninggalkan, tidak melakukan amal yang dicintai Allah, maka dia belum disebut orang yang bertaubat (at-tâ'ib), kecuali jika dia kembali kepada Allah dan berani memotong rantai dosa. Taubat dimulai dari hati sebelum diucapkan dengan mulut, merenungkan detailnya keadaan surga dan balasan bagi orang-orang yang taat sebagaimana yang disebutkan Allah, merenungkan siksa neraka dan ancaman bagi hamba yang durhaka sebagaimana yang digambarkan Allah, serta senantiasa berbuat amal saleh hingga dia merasa takut dan mengharapkan ridha-Nya.

Hamba yang bertaubat akan berdoa kepada Allah agar diterima taubatnya, dibersihkan dosanya dan dihapuskan kesalahannya. Dengan demikian hamba telah mewujudkan makna taubat, yaitu dengan meninggalkan amal yang dibenci Allah menuju amal yang dicintai dan diridhai oleh-Nya. Hamba tersebut bertaubat dan tidak kembali pada dosa sebagaimana susu tidak akan kembali ke putingnya. Dia menyesal dengan hatinya dan meminta ampunan dengan lisannya serta membuktikan dengan amal perbuatannya.

Akibat dosa di akhirat nanti sangat jelas bagi muslim yang berakal. Allah berfirman dalam surat al-Muthaffifn ayat 7:

"Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam sijjin." (Q.S. al-Muthaffifn : 7)

Abu Ubaidah dan al-Akhfasy berkata tentang ayat di atas: "Yaitu dalam kurungan yang sangat sempit."13 Allah berfirman dalam surat Thâhâ ayat 124:

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (Q.S. Thâhâ : 124)

Dosa adalah penyebab sifat lekas marah serta sesaknya hidup dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, taubat menjadi jalan yang lurus untuk menghilangkan rasa bimbang, menciptakan ketenangan hati, kebahagiaan hidup di dunia, dan keselamatan di hari perhitungan (yaum al-hisâb). []


_________________

13 Lihat Al-Syaukani, Fath al-Qadir, 5/399.

Tanya Jawab tentang Taubat


Tanya Jawab tentang Taubat

Pemberian Waktu kepada Para Pelaku Maksiat9

Soal:

Apa hikmah Allah memberikan waktu kepada para pelaku maksiat?

Jawab:

Supaya hamba tahu bahwa ampunan dan berbuat baik itu lebih Allah cintai daripada menyiksa atau membalas dendam. Dan, supaya hamba tahu betapa besarnya kasih sayang, kebaikan, dan kemuliaan Allah. Allah Maha Penyantun lagi Maha Penyabar memberikan waktu kepada para pelaku maksiat hingga mereka betaubat. Allah berfirman dalam surat an-Nahl ayat 61:

"Jikalau Allah menghukum manusia karena kezhalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatu pun dari makhluk yang melata." (Q.S. an-Nahl : 61)


Dosa-dosa Hamba

Soal:

Mengapa Allah menetapkan dosa atas hamba-hamba-Nya?

Jawab:

Agar mereka tidak membangga-banggakan diri dan juga agar iblis merasa terhina. Karena, seorang nelayan jika ia sedang menangkap ikan dan ikan tangkapannya lepas dari jaringnya, maka penyesalannya akan lebih dalam daripada dia belum menangkapnya sama sekali. Juga agar Nabi saw. berkenan memberikan syafa’at. Yahya bin Muadz ar-Razi berkata: "Dia menjerumuskan atau menyelamatkan dari dosa untuk memberitahukan hamba betapa mereka butuh kepada Allah. Kemudian, Dia menyelamatkan mereka untuk memberitahukan kemuliaan-Nya atas mereka."

Bantahan atas Argumen Pelaku Maksiat yang Berkata: "Tuhanku Memberi Petunjuk Kepadaku."10

Soal:

Apa yang harus kita lakukan jika kita mengajak seseorang untuk bertaubat kepada Allah, kemudian dia menjawab: "Sesungguhnya Allah tidak mentakdirkan hidayah atas diriku." Atau dia menjawab: "Sesungguhnya Allah memberi hidayah kepada siapa saja yang Dia kehendaki."?

Jawab:

Pertama, untuk orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah tidak mentakdirkan hidayah atas diriku." Kami bertanya: "Apakah engkau mengetahui hal gaib atau engkau mengambil janji dari Allah?" Jika dia menjawab: "Ya." Maka, kami jawab: "Jadi, engkau kafir, karena engkau mengklaim mengetahui hal gaib." Jika dia menjawab: "Tidak." Maka, kami jawab, "Engkau kalah." Jika engkau tidak tahu bahwa Allah tidak metakdirkan hidayah atas dirimu, maka berjalanlah di jalan hidayah. Allah tidak menutup hidayah darimu. Bahkan, Dia mengajakmu dan mendukungmu ke jalan hidayah. Dia memperingatkanmu dan melarangmu dari kesesatan. Allah tidak ingin membiarkan hamba-Nya jatuh dalam kesesatan untuk selamanya. Allah berfirman dalam surat an-Nisâ' ayat 26:

"Allah hendak menerangkan (hukum syari'at-Nya) kepadamu, dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para nabi dan shalihin) dan (hendak) menerima taubatmu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (Q.S. an-Nisâ' : 26)

Bertaubatlah kepada Allah! Allah akan sangat bahagia dengan taubatmu. Ada sebuah riwayat tentang seseorang yang kehilangan binatang tunggangannya yang membawa makanan dan minumannya. Dia merasa putus asa. Dia tidur di bawah pohon sambil menunggu ajal. Dia terbangun dan melihat tali kekang untanya terikat dengan pohon. Kemudian, dia mengambil tali untanya tersebut dan berkata, "Wahai Allah, Engkau hambaku dan aku tuhan-Mu." Dia sampai-sampai salah ucap karena sangat bahagia. Sebenarnya dia ingin berkata, "Wahai Allah, Engkau Tuhanku dan aku hamba-Mu."

Kedua, untuk orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah memberi petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki." Jika Allah memberi petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki, maka inilah argumen atas dirimu. Berjalanlah di jalan petunjuk hingga kamu termasuk orang yang dikehendaki Allah mendapat hidayah-Nya. Sebenarnya jawaban seperti ini dari seorang pelaku maksiat menjadi hujjah bagi kita. Jawaban seperti ini tidak membawa manfaat baginya di hadapan Allah. Karena, Allah berfirman dalam surat al-An’âm ayat 14811:

"Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan: "Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apapun." Demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah: "Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga kamu dapat mengemukakannya kepada Kami?" Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta." (Q.S. al-An’âm : 148)


Bagaimana Manusia Melepaskan Diri dari Kerasnya Hati?

Soal:

Bagaimana manusia dapat melepaskan diri dari kerasnya hati, dan apa sebab-sebab hati menjadi keras?

Jawab:

Dosa, kemaksiatan, sering lalai, berteman dengan orang-orang yang lalai dan fasik adalah sebab-sebab kerasnya hati. Adapun kelembutan, kebersihan, dan tenangnya hati adalah dengan taat kepada Allah, berteman dengan orang-orang yang berbuat baik, menggunakan waktu untuk berdzikir, membaca Al-Qur'an dan istighfar. Barangsiapa menggunakan waktunya untuk berdzikir, membaca Al-Qur'an, berteman dengan orang-orang yang berlaku baik, dan menjauhkan diri dari berteman dengan orang-orang yang lupa, maka hatinya akan bersih dan lembut. Allah berfirman dalam surat ar-Ra’du ayat 2812:

"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allahlah hati menjadi tenteram." []

___________________
9 Lihat al-’Allamah Syihabuddin Ahmad bin Ammad al-Aqfahsi, Kasyf al-Asrâr ‘ammâ Khafiya min al-Asrâr, Tahqiq:

Muhammad Khair Ramadhan Yusuf, Dar Ibn Hazm, Beirut, 1426 H / 2005 M, cet. I, hlm. 80.
10 Lihat Khalid al-Juraisi, Fatâwâ al-Balad al-Haram, Pengantar: Sa’ad bin Abdullah al-Buraik, 1420 H / 1999 M, cet. I, hlm. 1088.
11 Diambil dari Fatâwâ asy-Syeikh Ibn ‘Utsaimain, juz II, hlm. 964.
12 Lihat Syeikh Ibn Baz, Majmû’ah Fatâwâ wa Maqâlât Mutanawwi’ah, juz V, 244.


27 Desember 2008

Bentuk-bentuk Maksiat


Bentuk-bentuk Maksiat3


Abdullah memberitakan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ismail memberitakan kepada kami, dia berkata: Jarir memberitakan kepada kami dari Laits dari Atha' dari Ibnu Umar berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Jika manusia menahan dinar dan dirham, berjualan barang palsu, mengikuti ekor-ekor sapi, dan meninggalkan jihad, maka Allah akan memasukkan kehinaan yang tidak dapat lepas dari mereka hingga mereka kembali pada agama mereka." (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab al-Musnad dan Abu Na’im di dalam kitab al-Hilyah)

Abdullah memberitakan kepada kami, dia berkata: Ali bin al-Ja’d memberitakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah memberitakan kepada kami dari Abu Qais berkata: Aku mendengar Huzail bin Syarahbil meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud berkata: "Hari kiamat tidak akan datang kecuali muncul tanda-tanda pada manusia: orang yang tidak mengetahui yang ma’ruf dan tidak mengingkari yang mungkar. Mereka bercampur sebagaimana binatang-binatang ternak bercampur di jalanan. Wanita bertemu laki-laki di jalan hingga laki-laki itu melampiaskan hajatnya dari wanita tersebut. Kemudian dia kembali kepada sahabat-sahabatnya, dia tertawa dan mereka pun tertawa, seperti kembalinya air keji yang tak diberi makan."


Orang Maksiat Ada Tiga

Orang-orang maksiat terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Orang mukmin yang maksiat, melakukan dosa karena ketidaktahuan dan di luar keinginan mereka. Kemudian mereka segera menyesal dan memperbaiki diri mereka. Mereka adalah orang-orang yang telah Allah janjikan ampunan.

2. Pelaku maksiat yang mencampurkan amal saleh dan amal tercela. Mereka mengakui dosa-dosa mereka, tetapi tidak bertaubat dan tidak berlaku lurus. Mereka adalah orang-orang yang tidak dijanjikan Allah ampunan, tetapi Allah memberikan mereka harapan ampunan.

3. Pelaku maksiat yang berlebihan dalam melakukan maksiat. Mereka tidak bertaubat dan tidak mengakui dosa-dosa mereka. Mereka adalah orang-orang yang harapan bertaubatnya lemah dan prediksi mendapat siksanya lebih besar.


________________

3 Lihat Ibnu Abi al-Dunya, Al-‘Uqûbât al-Ilâhiyyah li al-Afrâd wa al-Jamâ’ât wa al-Umam, Tahqiq : Muhammad Khair

Ramadhan Yusuf, Dar Ibn Hazm, Beirut, 1416 H/1996 M, cet. I, hlm. 20.


Imam al-Ghazali –rahimahullâh– berkata: "Sesungguhnya taubat dapat terwujud dengan tiga hal, yaitu:

1. Ilmu, yaitu iman dan yakin bahwa dosa adalah racun yang menghancurkan, demikian juga pengetahuan tentang bahayanya dosa dan sesungguhnya dosa adalah penghalang antara hamba dengan Tuhannya.

2. Keadaan, karena ilmu mengantarkan kepada keadaan lain yang disebut kehendak yang menumbuhkan perasaan sakit dan penyesalan di dalam hati pelaku dosa, sehingga muncul kehendak untuk meninggalkan dosa. Dalam sabda Nabi saw.: "Penyesalan adalah taubat.”" (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

3. Perbuatan yang dihasilkan dari penyesalan, keinginan kuat untuk meninggalkan dosa dan mengganti perbuatan yang telah lalu dengan amal-amal saleh."


Pengaruh Melakukan Maksiat4

Ibnu al-Qaim –rahimahullâh berkata: "Maksiat mempunyai pengaruh yang membahayakan bagi hati dan badan di dunia dan di akhirat, yang hanya diketahui oleh Allah. Di antara pengaruh maksiat itu berasal dari manusia yang ditularkan kepada orang lain. Di antara efeknya juga merubah hamba menjadi melenceng dari fitrah dirinya. Maksiat membuat hamba berani terhadap orang lain yang tidak bersalah. Maksiat meninggalkan tabiat di dalam hati, yang jika semakin banyak dilakukan menjadikan pelaku dosa termasuk golongan orang-orang yang lalai. Firman Allah dalam surat al-Muthaffifîn ayat 14:

"Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka." (Q.S. al-Muthaffifîn: 14)

Beberapa ulama salaf memahami ayat di atas sebagai berikut: dosa setelah dosa. Yaitu dosa yang dilakukan atas dosa lainnya hingga hati menjadi buta. Pada hakekatnya hati itu berkarat karena maksiat. Jika maksiat terus bertambah, maka bertambahlah karat itu hingga menjadi sangat serius. Kemudian, keadaan tersebut terus berlangsung hingga menjadi penutup dan tabiat, sehingga hati menjadi kabur dan tertutup.

Di antara pengaruh maksiat adalah:

§ Merusak akal, artinya, karena akal adalah cahaya, maka maksiat menutup cahaya akal tersebut.

§ Hamba senantiasa melakukan dosa, sehingga hatinya menjadi hina dan sempit.

§ Anggapan jelek terhadap maksiat menjadi tertanggalkan, sehingga (menganggap maksiat) menjadi sebuah kebiasaan.

§ Sesungguhnya maksiat itu menabur benih sejenisnya dan melahirkan kemaksiatan yang lain.

§ Hamba akan merasakan kegelapan maksiat sebagaimana ia merasakan gelapnya malam.

________________

4 Lihat Syeikh Abdul Aziz al-Muhammad as-Salman, Mawârid azh-Zham ‘ân li Durûs az-Zamân, 1420 H, cet. XXVI, hlm. 32.

§ Sesungguhnya maksiat itu melemahkan hati dan badan. Lemahnya hati karena maksiat sangatlah jelas, bahkan maksiat itu melemahkan hati hingga membunuhnya secara total. Adapun lemahnya badan karena maksiat, sesungguhnya kekuatan seorang mukmin itu ada di dalam hatinya. Jika hatinya kuat, kuatlah badannya.

§ Maksiat dapat menyulitkan urusan hamba. Hamba hanya akan menemukan jalan buntu dan kesulitan dalam urusannya.

§ Kebrutalan yang muncul di antara dirinya dengan orang lain, khususnya dengan orang-orang yang berlaku baik.

§ Tertutupnya dakwah Rasul saw. dan dakwah malaikat bagi mereka yang bertaubat.

§ Sesungguhnya dosa itu mejerumuskan manusia ke dalam laknat Rasul saw.

§ Maksiat itu menimbulkan berbagai macam kerusakan di bumi, baik di air, udara, tanaman, buah-buahan, dan perumahan.

§ Maksiat menyulut api iri dari dalam hati.

§ Hilangnya rasa malu yang merupakan inti kehidupan hati.

§ Maksiat melemahkan penghormatan (ta’zhîm) kepada Allah dan melemahkan kewibawaan-Nya di dalam hati hamba.

§ Maksiat menyebabkan Allah enggan memberkati hamba-Nya.

§ Maksiat mengeluarkan hamba dari wilayah kebaikan (ihsân) dan menjauhkannya dari pahala orang-orang yang baik.

§ Maksiat melemahkan perjalanan hati menuju Allah dan kehidupan akhirat.

§ Maksiat dapat menjauhkan hati dari keadaan sehat dan berlaku lurus.

§ Maksiat membutakan mata hati, memadamkan cahayanya, dan menutup jalannya ilmu.

§ Maksiat mengerdilkan jiwa dan menjauhkannya dari kebaikan.

§ Maksiat adalah keadaan dalam tawanan setan dan penjara syahwat.

§ Maksiat menyebabkan jatuhnya kehormatan, kedudukan serta kemuliaan di hadapan Allah dan makhluk-Nya.

§ Maksiat menyebabkan keterputusan hubungan antara Tuhan dan hamba-Nya.

§ Maksiat menjauhkan hamba dari sanjungan dan kemuliaan.

§ Maksiat menjadikan hamba rendah.

Pembaca yang budiman, sesungguhnya pengaruh dosa di dalam hati seperti halnya pengaruh penyakit di dalam badan. Bahkan, dosa adalah penyakit hati itu sendiri, yang tidak mempunyai obat kecuali dengan meninggalkannya. Orang berakal mana yang lebih memilih kesenangan sesaat yang kemudian sirna seakan-akan seperti mimpi daripada kenikmatan abadi, pahala yang besar; bahkan kebahagiaan di dunia dan akhirat?

Jika bukan karena akal yang menjadi pedoman argumentasi, maka pelaku maksiat itu seperti halnya orang gila, bahkan orang gila itu lebih baik dan lebih selamat daripada pelaku maksiat.

Adapun pengaruh maksiat terhadap melemahnya akal –jika bukan karena kesamaan dalam hal lemahnya akal secara umum– orang yang melakukan maksiat kemampuan akalnya lebih rendah daripada orang yang taat.

Sungguh mengejutkan! Jika akal itu benar, maka ia akan mengetahui bahwa jalan menuju kebahagiaan, kesenangan, dan kesejahteraan hidup adalah dalam naungan ridha-Nya. Semua kenikmatan ada dalam naungan ridha-Nya, dan semua kepedihan ada dalam kemurkaan-Nya.

Dalam ridha-Nya terdapat permata hati, kebahagiaan jiwa, kehidupan hati, kenikmatan berumah tangga, dan kemuliaan hidup. Kenikmatan hidup tidak cukup diukur hanya dengan kenikmatan dunia, tetapi harus diukur dengan kebahagiaan hati yang tidak dapat tergantikan dengan kenikmatan dunia.

Maksiat juga mempunyai pengaruh besar terhadap masyarakat dan bangsa, di antaranya seperti tersebut di bawah ini.5 Kehancuran bangsa karena maksiat. Tak syak lagi bahwa semua kerusakan di dunia dan di akhirat muncul karena maksiat.

§ Apa yang membuat kedua orang tua kita (Adam dan Hawa) keluar dari surga –tempat kenikmatan, kemewahan, dan kebahagiaan– menuju tempat yang penuh dengan kepedihan, kesedihan, dan tuntutan?

§ Apa yang mengeluarkan iblis dari kerajaan langit (malakût as-samâ'), melemparkannya, melaknatnya, mengubah bentuk lahir dan batinnya sehingga bentuk lahirnya menjadi seburuk-buruk bentuk, dan batinnya menjadi senista-nistanya batin, menggantikan kedekatan menjadi jauh, rahmat menjadi laknat, keindahan menjadi keburukan, surga menjadi neraka, dan iman menjadi kufur?

§ Apa yang menenggelamkan semua penghuni bumi hingga air melampaui puncak-puncak gunung?

§ Apa yang terjadi dengan angin atas kaum ’Ad, hingga kematian menjemput mereka di atas bumi seakan-akan mereka seperti pohon kurma yang telah lapuk, menghancurkan apa yang dilewatinya baik rumah, tanaman dan hewan, sehingga mereka menjadi bahan renungan bagi setiap kaum hingga hari kiamat?

§ Apa yang terjadi dengan hentakan suara yang dikirim kepada kaum Tsamud yang mengakibatkan hati mereka terpotong-potong hingga akhirnya mereka binasa?

§ Apa yang mengangkat desa kaum Nabi Luth hingga malaikat mendengar raungan mereka, kemudian membalikkannya, yang atas jadi bawah dan yang bawah jadi atas? Mereka semua dihancurkan, kemudian disusul dengan hujan batu dari langit. Dikumpulkanlah siksa atas mereka yang belum pernah terjadi pada umat selain mereka. Tidaklah siksa itu jauh dari orang-orang yang zhalim.

§ Apa yang mengirim kepada kaum Syu’aib awan siksa yang menyerupai mendung, ketika sampai di atas kepala mereka awan tersebut menjadi hujan api yang panas?

§ Apa yang menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya di laut, kemudian jiwa mereka dipindahkan ke jahanam, badan untuk ditenggemkan dan nyawa dibakar?

§ Apa yang menenggelamkan Qarun beserta istana, harta, dan pengikutnya?

§ Apa yang menghancurkan kaum selama berabad-abad setelah zaman Nuh ?

§ Apa yang menghancurkan kaum dengan hentakan suara hingga mereka musnah?

_________________

5 Lihat Dr. Said bin Ali bin Rahaf al-Qahthani, Nur al-Hudâ wa Zhulumât adh-Dhalâl fî Dhau`i al-Kitâb wa as-Sunnah, 1424 H,

cet. III, hlm. 365.

Tak diragukan lagi bahwa yang menimpa dan menghancurkan mereka semua adalah dosa-dosa mereka. Kemaksiatan adalah warisan umat yang zhalim. Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim waspada terhadap warisan kemaksiatan dari orang-orang yang zhalim. Sesungguhnya liwath (homoseksual) adalah warisan dari kaum Luth. Mengambil hak dengan tambahan dan mengembalikannya dengan mengurangi takaran adalah warisan kaum Syu’aib. Kecongkakan di muka bumi

adalah warisan dari kaum Fir’aun. Sombong adalah warisan kaum Nabi Hud, dan lain sebagainya.

Kemaksiatan membawa pengaruh hingga terhadap hewan, pepohonan, tanah dan makhluk-makhluk, menyebabkan siksa kubur, siksa hari kiamat, dan siksa neraka. Kami berlindung kepada Allah dari kemaksiatan yang membawa pesan kekufuran, sebagaimana ciuman membawa pesan gairah seksual.

Maksiat merupakan prilaku tercela, dan di antara maksiat ada yang lebih tercela dari yang lainnya. Zina adalah seburuk-buruk dosa. Zina menodai kehormatan dan merusak keturunan. Adapun zina dengan tetangga merupakan perbuatan paling tercela. Diriwayatkan dalam Shahîhain (Dua Kitab Sahîh) dari hadis Ibnu Mas’ud r.a. berkata: "Aku bertanya, wahai Rasulullah dosa apa yang paling besar?" Rasulullah menjawab: "Engkau menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia yang menciptakanmu." Aku berkata: "Kemudian apa?" Rasul menjawab: "Kamu membunuh anakmu agar dia mau makan denganmu." Aku bertanya: "Kemudian apa?" Rasul menjawab: "Kamu berzina dengan tetanggamu."

Kemudian, bagaimana bisa engkau membiarkan dirimu berenang di lautan dunia tanpa pakaian pengaman? Bagaimana bisa engkau membiarkan dirimu menyelami kemaksiatan tanpa meminta ampun dan bertaubat? Aku tidak mengira salah satu di antara kita merasa tenang jika dia tahu di belakangnya ada kematian, kuburan, kepedihan, kebangkitan kubur, hari dikumpulkannya manusia, hari penimbangan amal manusia, hari penghitungan, shirâth dan neraka. Allah berfirman dalam surat Qâf ayat 30:

"(Dan ingatlah akan) hari (yang pada hari itu) Kami bertanya kepada Jahanam: "Apakah kamu sudah penuh?" Dia menjawab: "Masih adakah tambahan?"

Pembagian Dosa6

Dosa yang bukan syirik terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:

Kelompok pertama, dosa yang berhubungan dengan hak-hak Allah.

Kelompok kedua, dosa yang berhubungan dengan hak-hak adami (manusia).

Kelompok pertama, yaitu dosa yang berhubungan dengan hak-hak Allah terbagi menjadi dua bagian:

1. Dosa karena meninggalkan amalan wajib yang dapat diketahui, seperti shalat, puasa, dan haji. Dalam hak-hak seperti ini diwajibkan bertaubat dan mengqadha karena dia mampu menjalankannya. Ada beberapa dosa yang mewajibkan taubat dan denda (kifârah), seperti melanggar sumpah, zhihâr (mengharamkan diri menggauli istri sebagaimana menggauli ibunya), dan lain sebagainya.

__________________

6 Lihat Dr. Shalih as-Sadlan, At-Taubah ilâ Allâh, Dar Balansiyyah, Riyadh, 1418 H, cet. V, hlm. 133.

2. Dosa karena yang disebabkan karena ketidaktahuan dan tidak mengenal Allah sebagaimana mestinya, menghalalkan apa yang Dia halalkan dan mengharamkan apa Dia haramkan dan sebagainya. Dosa seperti ini hanya menuntut taubat saja. Kemudian jika dosa itu menyebabkan kekufuran, maka harus dibersihkan dengan mengikrarkan dua syahadat, dan mengingingkari apa yang pernah dia percayai sehingga menyebabkan dia terjerumus dalam kekufuran. Jika dosa itu disebabkan karena ketidaktahuan atau kejahilan, maka si pelaku harus menuntut ilmu dan belajar agama sehingga dapat terjaga dari perbuatan dosa untuk kedua kalinya.

Kelompok kedua, yaitu dosa yang berhubungan dengan hak-hak manusia terbagi menjadi dua macam:

1. Kewajiban mengembalikan hak dengan yang semisalnya, baik berupa uang, melukai seseorang, barang hilang, barang curian, ghasab, dan seterusnya. Jika keadaannya demikian, maka hak-hak tersebut harus dikembalikan kepada yang punya jika barangnya masih ada, atau mengembalikan yang semisalnya jika barangnya sudah tidak ada atau rusak. Karena, hal seperti ini merupakan masalah hak yang harus dikembalikan kepada pemiliknya. Jika pemiliknya tidak ditemukan, maka si pelaku dosa harus mensedekahkan apa yang dia ambil atas nama si pemilik. Jika hak-hak itu tidak dikembalikan kepada yang berhak, si pelaku hanya bertaubat, menyesal dan berkeinginan untuk tidak mengulanginya saja, maka taubatnya sah antara dia dan Allah, tetapi dia masih mempunyai tanggungan hak kemanusiaan dan dituntut untuk memenuhinya. Jika si pelaku tidak menemukan jalan untuk melunasi tanggungan yang dibebankan kepadanya karena sulit, maka ampunan dan karunia Allah menjadi harapan baginya. Berapa banyak Allah menjamin tanggungan! Dan, berapa banyak Allah mengganti kesalahan!

2. Tidak ada kewajiban mengembalikan hak dengan hak semisalnya, tetapi dituntut untuk memabayar dengan sesuatu yang sama jenisnya seperti qadzaf (menuduh orang berbuat zina) yang harus dibayar dengan jilid, dan zina –jika terbukti benarnya– yang harus dibayar dengan rajam atau jilid. Adapun ghîbah (mengungkap keburukan orang lain ketika dia sedang tidak ada) dan fitnah, maka pelakunya berdosa dan berhak mendapat siksa jika ia tidak mau meminta maaf kepada orang yang dia ghîbah.

Melakukan dosa-dosa seperti itu selama hanya diketahui antara pelaku dan Tuhannya, tidak ada orang lain yang dapat mengetahuinya, maka taubatnya adalah dengan rasa menyesal (an-nadam), berhenti melakukan dosa, meminta maaf kepada orang yang dia ghîbah, menyalahkan diri sendiri karena melakukan qadzaf, dan banyak berbuat baik kepada orang yang istrinya dizhalimi. Ia hendaknya berdoa dan memintakan ampun kepada Allah untuk orang yang dia zhalimi. Hendaknya pula ia menyebut orang yang ia ghîbah dan qadzaf dengan sebutan yang baik, mengganti ghîbah-nya dengan pujian dan sanjungan, menyebut kebaikan-kebaikannya, mengganti qadzaf-nya dengan menyebut kesuciannya, dan meminta maaf sesuai dengan ghîbah-nya. Wallahu a’lam.

Sifat-sifat Dosa

Imam al-Ghazali rahimahullâh menyebutkan empat sifat yang membawa seseorang kepada dosa, yaitu:

1. Sifat-sifat ketuhanan yang menimbulkan dosa, seperti sombong, angkuh, suka pujian dan sanjungan.

2. Sifat-sifat setan yang menimbulkan dosa, seperti dengki, sewenang-wenang, menipu, makar, dan kemunafikan.

3. Sifat-sifat hewani yang dapat dilihat dari pemenuhan syahwat nafsu, perut dan biologis, seperti zina, kelainan biologis, dan mencuri.

4. Sifat-sifat binatang buas, seperti dendam, merampas, bermusuhan, membunuh, dan memukul.7

Yang perlu diingat di sini adalah kesalahan yang dilakukan manusia –dalam hal taubat– yang mendorong sebagian pelaku maksiat menunda-nunda taubat atau enggan melakukannya. Atau, kesalahan yang terjadi lagi pada orang-orang yang bertaubat, yaitu jatuh ke dalam cengkeraman hawa nafsu untuk yang kedua kalinya, hingga muncul beberapa kesalahan lain di antaranya8:

1. Menunda-nunda taubat hingga menumpuk dosanya.

Atau, menunda taubat sampai setelah menikah dan sebagainya, padahal yang menjadi kewajiban adalah menyegerakan diri bertaubat. Umur tidak dapat dijadikan jaminan. Bertambahnya perilaku maksiat dapat berubah menjadi sebuah tabiat atau kebiasaan.

2. Lupa bertaubat.

Beberapa pelaku maksiat lupa bertaubat karena lemah agamanya, atau kekagumannya terhadap diri dan perbuatannya, atau ketidaktahuannya tentang hukum syari'at, atau kesibukannya terhadap urusan dunia hingga lupa dengan urusan akhirat. Bahwasanya di antara petunjuk Nabi saw. adalah selalu meminta ampun dan terus-menerus bertaubat.

3. Takut kembali melakukan dosa.

Beberapa pelaku maksiat menunda-nunda dalam meninggalkan kemaksiatan dan menunda-nunda taubat karena takut kembali pada dosa untuk kedua kalinya. Inilah tipu daya setan terhadap manusia hingga dia dapat memalingkan manusia dari taubat serta kembali pada dosa dan maksiat.

4. Godaan dan ejekan.

Beberapa pelaku maksiat enggan bertaubat karena takut ejekan orang di sekitarnya. Dia takut mereka membicarakan dirinya dan membandingkan keadaannya setelah taubat dengan masa lalunya. Ini adalah kesalahan besar, karena takut kepada Allah harus diprioritaskan daripada takut kepada makhluk. Ketika orang yang bertaubat mendapat ejekan tersebut, hal itu tidak lain hanyalah ujian dan dia akan mendapatkan pahala, insyâ' Allâh.

____________________

7 Lihat Saud bin Abdillah al-Khuzaimi, Al-Mausû’ah al-Jâmi’ah fî al-Akhlâq wa al-Âdâb, Dar al-Fajr, Kairo, 2005, Jilid I, cet. I,

hlm. 423.

8 Lihat Saud bin Abdillah al-Khuzaimi, Al-Mausû’ah al-Jâmi’ah fî al-Akhlâq wa al-Âdâb, Dar al-Fajr, Kairo, 2005, Jilid I, cet. I,

hlm. 423.

5. Prestis dan kedudukan sosial.

Beberapa pelaku maksiat lebih mengutamakan tetap dalam jabatan dan kedudukan yang menyebabkan dosa atau mengutamakan posisi penting di hadapan orang-orang terpandang daripada berlaku lurus dan bertaubat kepada Tuhan. Inilah kekurangannya dalam menjalankan agama dan kekurangan kepribadiannya. Kesalahan fatal akan membawa si pelaku menuju kerugian dan penyesalan setelah habis waktunya. Ini semua hanya sebagian kenikmatan dunia yang menyesatkan. Hendaknya bagi manusia hanya memperhatikan amal apa yang akan dia persembahkan untuk mengantarkan dirinya ke surga sekaligus menjadi pembatas (hijâb) antara dia dan neraka.

6. Menunda-nunda ampunan dan rahmat Allah.

Beberapa pelaku maksiat enggan bertaubat dan terus-menerus melakukan dosa dengan dalih bahwa ampunan Allah itu luas. Dia berpendapat bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Atau dengan kata lain dia angkuh dengan menyepelekan Allah dan memihak orang-orang yang merusak. Ini adalah kesalahan dan kebodohan besar tentang hukum-hukum taubat, karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang bagi hamba-hamba-Nya yang bertaubat, yaitu yang melakukan dosa karena ketidaktahuannya kemudian kembali (taubat) dengan segera. Tetapi, Allah juga Maha Dahsyat siksa-Nya bagi hamba yang terus-menerus berbuat dosa dan sombong.

7. Berputus asa dari rahmat Allah.

Beberapa pelaku maksiat merasa putus asa terhadap rahmat dan ampunan Allah. Mereka beranggapan bahwa kesengsaraan telah ditetapkan atas diri mereka. Sebagian di antara mereka berpendapat bahwa dosa sudah manjadi takdir bagi mereka. Pelaku maksiat berkata: "Bahwasanya Allah telah menetapkan kebaikan dan keburukan hamba-Nya, maka tak ada yang lain bagiku kecuali yang telah ditakdirkan." Ini semua adalah kebodohan besar, kesesatan akidah, dan angan-angan setan. Pintu taubat selalu terbuka bagi hamba hingga ajal menjemput. Berputus asa dari rahmat Allah termasuk dosa besar dan lebih besar dosanya dari sekedar melakukan dosa biasa.

8. Taubatnya para pembohong.

Beberapa orang berhenti melakukan maksiat dalam waktu singkat karena sakit atau keadaan tertentu, kemudian dia kembali melakukan dosa. Mereka itu belum bertaubat secara total (taubat nashuha). Bahkan mereka –sebenarnya– melakukan pemberontakan kepada Allah, mengikuti syahwat setan, dan akrab dengan kemaksiatan yang tak dapat dipisahkan lagi kecuali jika Allah mengizinkan.

Sufyan ats-Tsauri rahimahullâh menangis pada suatu malam hingga pagi. Pada pagi harinya, seseorang bertanya: "Apakah ini semua karena takut dosa?" Dia mengampil jerami dari tanah dan berkata: "Dosa lebih remeh dari ini, tetapi aku menangis karena takut akan akhir yang buruk (sû'u al-khâtimah)." []


(5) Al Battani

Al Battani

(Albategnius)

Si Astronom dan

Penemu Rasio Trigonometri

Oleh: Ratman al-Kebumeny

Siapakah Dia?

Orang yang di Barat dikenal dengan Albategnius ini mempunyai nama panjang Abu Abdullah Muhammad Ibnu Jabir Ibnu Sinan Al Battani. Dia seorang ahli astronomi sekaligus mahir matematika. Kelahirannya sekitar tahun 244 H / 858 M di Harran, sekarang kota Altinbasak di Turki, dekat kota Urfa. Namun, ada juga yang mengatakan ia berasal dari Battan, sebuah desa di perbatasan Harran. Dia keturunan orang-orang Sabi'an, dan awalnya menganut paganisme Hellenis, tapi kemudian ia menjadi seorang muslim. Pendidikan pertamanya ia peroleh dari sang ayah, Jabir Ibnu Sin'an Al Battani. Selanjutnya, ia belajar di Raqqa, tepian Sungai Eufrat, hingga memperoleh ilmu yang luas. Di akhir abad ke-9 M, Al Battani pindah ke Samarra untuk melanjutkan pekerjaannya hingga ia wafat di sana sekitar tahun 317 H / 929 M. Kecuali itu, disebutkan pula ia pernah belajar di Syiria, selain belajar di Raqqa dan Samarra'.

Apa Karyanya?

Minatnya yang kuat terhadap astronomi membuat Al Battani menggunakan waktunya untuk melakukan kegiatan ilmiah di bidang ini, hingga ia dikenal luas sebagai ilmuwan dengan berbagai hasil karyanya. Di Raqqa, Al Battani melakukan kajian dan observasi astronominya pada sekitar tahun 877-929 M dan menghasilkan banyak penemuan di bidang ini. Orang yang disebut pakar astronomi terbesar ini membuat tabel perhitungan gerakan planet (al zij as sabi') yang akurat dari hasil penelitiannya. Dia melakukan perbaikan dalam karya Ptolemy (Ptolomeus). Karya Ptolemy yang terkenal adalah Majesty. Perbaikannya dengan hitungan yang tepat tahun matahari 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik sangat luar biasa, yang kita kenal sekarang sebagai hitungan hari dalam setahun.

Dengan demikian Al Battani merupakan orang pertama yang menemukan perubahan aphelion (titik terjauh) matahari. Perbedaan hitungannya dengan perhitungan modern sekarang hanya 2 menit 22 detik. Dia menemukan bahwa garis bujur apogee (jarak lintasan terjauh) matahari telah meningkat 16° 47' berdasar hitungan Ptolemy. Temuannya ini sangat penting dalam hal gerak putaran matahari dan variasinya serta persamaan waktu. Al Battani tak mempercayai trepidation (rasa takut), tapi ia percaya equinoxes (waktu siang dan malam sama panjangnya), meskipun Copernicus, seorang ilmuwan Polandia yang lahir tahun 1473 M dan terkenal dengan teori heliosentrisnya, beberapa abad kemudian mempunyai pemahaman yang salah tersebut.

Menarik apa yang dikatakan oleh Prof. Phillip Hitti mengomentari penemuan-penemuan fundamental Al Battani dalam bidang astronomi dengan pernyataannya, "Dia (Al Battani) melakukan perubahan dalam karya Ptolomeus dan meluruskan perhitungan untuk orbit bulan dan planet-planet tertentu. Dia juga menyatakan kemungkinan terjadinya gerhana matahari tahunan dan menentukan pergantian musim dengan akurat, menentukan ketepatan dan rata-rata orbit benda-benda langit, lama tahun dan ketepatan musim tropis serta rata-rata orbit matahari." Pengakuan jujur seorang ilmuwan Barat semacam Prof. Phillip Hitti menunjukkan kredibilitas dan kapabilitas ilmuwan muslim ini yang mempunyai sumbangan besar terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban dunia hingga manfaatnya bisa kita rasakan sekarang.

Al Battani adalah ilmuwan yang kritis, dan bukan tipe pengekor. Hal ini terbukti dengan berbagai konsepnya yang bertentangan dengan Ptolomeus, dan memberikan penjelasannya. Al Battani membuktikan variasi diameter angular matahari yang memungkinkan terjadunya gerhana matahari tahunan. Tak hanya itu, ia juga mengajukan teori baru yang sangat jenius untuk menentukan kondisi terlihatnya bulan baru dengan merevisi orbit bulan dan planet. Hasil temuan Al Battani pun digunakan jauh berabad-abad setelahnya oleh Dunthorne pada tahun 1749 M. Dunthorne menggunakan cara pengamatan Al Battani yang baik sekali mengenai gerhana bulan dan matahari untuk menentukan akselerasi gerak bulan.

Al Battani juga menemukan koefisien ilmu falak untuk menentukan ketepatan tinggi dan ketepatan equinoxes 54.5" per tahun serta penyimpangan ecliptic lingkaran peredaran bola bumi) 23° 35'. Selain itu, tokoh yang satu ini terkenal juga karena temuannya yang cerdas dalam memberikan solusi permasalahan trigonometri ruang dengan mengunakan metode proyeksi orthografis. Hasil temuan Al Battani memang berkualitas, hingga Hevilius berdasarkan penyelidikannya terhadap karya Al Battani, menemukan variasi sirkular bulan. Karya Al Battani dalam bidang astronomi adalah kitabnya, yaitu Az Zij Ash Shabi' yang beberapa kali dipublikasikan di Erpoa di beberapa abad setelahnya sekitar tahun 1537 M dan 1645 M. Ini adalah bukti pengakuan dunia atas kebesaran keilmuannya di bidangnya.

Kita sekarang mengenal rasio trigonometri, bukan? Ternyata rasio trigonometri merupakan salah satu karya besar Al Battani dalam bidang matematika. Al Battani adalah orang nomor wahid yang mengganti penggunaan busur Yunani dengan sinus dan pemahaman yang jelas mengenai keunggulannya. Dia juga mengemangkan konsep cotangent dan melengkapi tabelnya dengan hitungan derajat. Karya Al Battani mengundang komentar dan pengakuan Joseph Hell dengan mengatakan, "Dalam bidang trigonometri teori sinus, cosinus, dan tangen merupakan bidang yang dikuasi orang Arab." Tak hanya itu, Baron Carra de Vaux yang awalnya meremehkan ilmuwan muslim dalam bukunya The Legacy of Islam, akhirnya mengakui kontribusi dan kapabilitas ilmuwan muslim dengan menuliskan bahwa orang-orang Arab (ilmuwan muslim) salah satunya telah memberikan landasan bagi penemuan trigonometri sferis (spherical trigonometry). Oleh karena itu, kebesaran Eropa setelahnya di masa Peurbach, Regiomantanus, dan Copernicus tak dapat dipisahkan dari para pendahulu mereka, yaitu ilmuwan-ilmuwan muslim dengan karya-karya besarnya sebagai landasannya.

Al Battani juga banyak menulis buku tentang astronomi dan trigonometri. Buku termasyhurnya adalah tentang astronomi yang dilengkapi tabel, yang pada abad ke-12 diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan judul De Scienta Stellarum-De Numeris Stellarum et Motibus oleh Plato of Tiboli pada paroh kedua abad ke-9 M. Ada bab khusus yang membahas trigonometri di buku ini, yaitu di bab ketiga. Buku Al Battani ini terjemahan kunonya berada di Vatikan. Selain itu, Isaac Ibnu Sid (Isaac ha Hazzan), yang menerjemah dari bahasa Arab ke abahsa Spanyol sekitar tahun 1263-1277 M di Toledo, juga menerjemahkan salah satu karya Al Battani dengan judul Canons. Hingga sang fisikawan dan astronom kenamaan semacam Copernicus pun dalam bukunya De Revolutionibus Qrbium Clestium mengakui Al Battani. Begitulah Al Battani alias Albategnius, mewujudkan imannya dengan karya-karya ilmiahnya demi kemaslahatan manusia. []